Nomophobia dan Social Anxiety Disorder Menyerang Manusia
Senin, November 05, 2012
Secara garis
besar Nomophobia adalah ketakutan atau kepanikan akut seseorang
karena jauh dari ponselnya. Sementara,Sosial
(Media ) Anxiety Disorder atau SAD adalah
ketakutan atau kecemasan dalam berkomunikasi di media sosial. Bisa
dipahami ini adalah sebuah penyakit yang menyerang aktivitas manusia.
Kedua penyakit ini sudah terjaring di beberapa manusia dikarenakan
pada usia manusia yang masih muda,mereka ini sudah dimanjakan dengan
kehadiran ponsel khususnya ponsel yang pintar apalagi dengan didukung
dengan media sosialnya. Sehingga Ponsel tampaknya kini bukan lagi
menjadi barang tersier. Perangkat ini telah masuk ke berbagai aspek
kehidupan manusia. Statusnya bisa dianggap setara dengan barang
kebutuhan sehari – hari.
Pernahkan
anda asyik mengobrol dengan beberapa teman tapi anda masih sigap
memperhatikan nyala notifikasi dari ponsel? Perhatian bisa beralih
seketika ada seseorang yang mengomentari status terbaru di facebook
anda atau menyambar tweet anda. Pernahkah ketika anda sedang menonton
film dibioskop bersama seorang kerabat. Perhatian seketika teralihkan
saat ada notifikasi dari akun twitter yang masuk melalui ponsel dan
segera meresponnya? Bahkan,pesan justru diperlihatkan kepada kerabat
anda dan memintanya untuk berkomentar tanpa orang lain merasa
terganggu. Akhirnya,keseruan film yang ada di bioskop pun tersaingi
oleh keseruan kicauan lini masa.
Mereka lebih
memprioritaskan berkomunikasi di dunia maya. Mungkin karena takut
dicap sombong atau bahkan tragisnya bisa di unfollow
atau di block.
Sebenarnya banyak beberapa contoh cerita yang
melibatkan manusia dengan ponselnya yang berpotensi nomophobia dan
SAD. Apabila perilaku – perilaku seperti itu melekat dalam diri.
Bisa jadi anda berpotensi mengidap Social (media) anxiety disorder
(SAD). Kalau anda berpotensi mengidap SAD sudah tentu anda mengidap
nomophobia.
Saat sedang menyetir masih mengidap nomophobia |
Melihat
fenomena ini,Banyak para peneliti yang meneliti tentang kedua
penyakit ini. Pada tahun 2012 lembaga survey secure envoy meneliti
tentang nomophobia dengan 1.000 responden di inggris. Hasilnya cukup
mencengangkan sebanyak dua pertiga responden atau 66 persennya
ternyata merasa takut untuk jauh dari ponselnya. Angka ini mengalami
peningkatan sebesar 11 persen dari penelitian yang sama empat tahun
lalu.
Pada
penelitian yang sama,ditemukan perbedaan perilaku penggunaan pnsel
berdasarkan gender,ternyata 70 persen perempuan mengaku takut untuk
berada jauh dari ponsel,sementara laki – laki hanya sebanyak 61
persen. Asia ditenggarai berpotensi memiliki angka penderita
nomophobia terbanyak. Pasalnya,beberapa negara seperti
India,China,Indonesia,Jepang dan Pakistan masuk kedalam 10 besar
negara di dunia dengan angka penggunaan ponsel yang tinggi. Belum
lagi potensi penjualan ponsel akan terus meningkat,soalnya negara
seperti India,China dan Indonesia masuk dalam lima negara dengan
populasi terbesar di dunia.
Hanya saja
yang menarik,penggunaan ponsel di kalangan usia remaja memiliki angka
yang lebih tinggi dan berpotensi mengalami nomophobia. Pada tahun
2010,riset Nielsen menemukan lebih dari 70 persen remaja indonesia
usia 15-19 tahun telah menggunakan ponsel. Sementara itu,remaja usia
10-14 tahun yang menggunakan ponsel mengingkat lima kali lipat sejak
2005 hingga mencapai sekitar 35 persen. Angka ini diduga bisa terus
bertambah dan berpotensi memicu nomophobia. Namun,dilihat dari sisi
positifnya,ponsel itu telah membantu kehidupan manusia baik dalam hal
pekerjaan ,sosial dan perkembangan kognitif seseorang. Perkembangan
ponsel ini,sejatinya meliputi sifat manusia yang tidak akan pernah
puas.
Sementara
itu,dalam penelitian SAD di situs kesehatan
commonhealth.wbur.org,Stefan
Hofman yang mengarahkan the social anxiety program di center for
Anxiety and Related Disorders milik Universitas Boston,Amerika
Serikat. Memaparkan beberapa hal menarik. Menurut Hofman,stres yang
dialami oleh remaja sebagian besar berasal dari teman – teman
sebaya. Tekanan semakin meningkat ketika seseorang terpapar oleh
informasi – informasi personal yang dibagikan di dunia maya dan
bisa menimbulkan rasa iri hati. Berbagi pengalaman saat menikmati
makanan lezat di restoran mewah atau berbelanja gaman elektronik (
gadget ) terbaru.
Sosial
anxiety disorder atau SAD juga bisa berpeluang untuk masuk dalam
kategori penyakit klinis. Dugaan ini dilatarbelakangi dengan
banyaknya jurnal internasional yang meneliti tentang dampak
penggunaan komputer dan dunia maya terhadap perilaku manusia dalam
empat sampai lima tahun terakhir ini.
Jadi saya
akui memang kita bisa dinobatkan sebagai manusia masa depan yang akan
selalu bersentuhan dengan teknologi terbaru. Apalagi kalau sebuah
ponsel yang berisi kebutuhan yang kita inginkan dan menarik.
Artinya,ponsel yang sudah pintar lalu berisi aplikasi yang membuat
kita merasa nyaman. Sehingga ponsel tersebut bisa kita jadikan
sebagai teman.
Sumber : Masih Dirahasiakan
0 comments