Untuk Seorang Ayah Tercinta


Izinkan saya memberikan sebuah penghargaan khusus bagi Ayah saya. Tulisan ini wujud dari pengabdian seorang anak yang cinta terhadap Ayahnya.

Ayah saya bernama Abdul Hamid. Lahir di Tasikmalaya, 6 Juni 1950. Dia anak Ketiga dari kedua orang tuanya. Ayah saya hanya tamatan SMK Akutansi. Dia pernah bekerja lama di PT. Hasjrat Abadi selama puluhan tahun. Setelah Pensiun dia berwirausaha demi salah satu tugasnya menjadi Ayah yaitu mencari nafkah.

Semangat dan kegigihannya untuk mempertahankan keluarga udah cukup bagi saya, semua anak pasti membanggakan seorang ayah dalam hidupnya. Beruntung bagi saya bisa melihat kedua orang tua saya, terutama menjaga saya sampai dewasa kini. Dalam benak saya, ayah saya merupakan sahabat saya. Ada kalanya saya mencurahkan hati  kepada ayah saya. 

Mungkin sewaktu belia saya terlalu kurang ajar mungkin sampai sekarangpun begitu. Banyak kenangan ketika bersama dia, dari diajaknya kekantor setiap hari sabtu, shalat bareng di masjid istiqlal sampai hal - hal lainnya yang mungkin saya lupa ketika bersama dia. Saya banyak mengambil pelajaran dari ayah saya, saya cukup bersyukur punya keluarga yang sederhana ini. Mungkin saya banyak salah pada ayah. 

Saya sadar diri ketika beberapa tahun terakhir ini ayah saya sudah sering sakit - sakitan, dia walaupun sakit tapi tidak mau menunjukan kalau dia sedang sakit. Rasa pemimpin keluarganya tetap terasa walau sejak tahun 2011 dia terkena stroke ringan yang mengakibatkan ayah saya tidak bisa berjalan normal lagi. 

Saya sebenarnya agak kasihan ketika saya punya aktivitas tertentu tetapi ayah saya masih sigap dan bersemangat menjaga warung. Saya dipilih oleh dua pilihan, dan akhirnya ketika saya berikan beberapa pengertian. Saya bisa beraktivitas dengan sesekali membatu ayah saya ketika saya sedang dirumah.
Apa saya berdosa bila belum bisa membahagiakan atau memberi senyuman kepada ayah saya, rasa - rasanya saya ingin meminta maaf yang sedalam - dalamnya untuk perlakuan dan kebiasaan saya yang kadang membuat ayah sakit merasa tersakiti. Maaf ayah, gilang belum bisa membahagiakan ayah yang seutuhnya. 

Saya minta maaf. Saya akan tetap berusaha memberikan kebahagiaan kepada Ayah. Mungkin Allah swt membaca ini dan saya bisa diberikan kesempatan seluas- luasnya kesempatan untuk memberi bahagia pada Ayah. I Love You Ayah!!

Salam,
Gilang Gumgum
Di Kamar Tercinta, Pukul 4.02 Pagi. 
Jakarta.

Berdosakah Bila Manusia Sering Alih Profesi


Diawal Juli 2014, saya mendapat pekerjaan baru. Ini memang sebuah momentum yang sangat mengesankan. Terlebih saya bekerja di industry fashion. Itu sangat jauh dari harapan, tapi ini sebuah tantangan yang membuat saya menjadi bergairah. Agak sebuah riskan juga menyebut kata “bergairah”. Nyatanya saya agak sedikit bergairah, karena ketidaktahuan saya tentang dunia fashion membuat saya menjadi nol. 

Saya bertemu dengan teman – teman yang sangat membantu saya untuk menuju pengetahuan tentang dunia fashion. Kami dipertemukan di divisi female. Ya itu divisi baru dari perusahaan kami. Famela, Fajar, Ade. Mereka bertiga adalah orang – orang satu divisi dengan saya. Famela dan Ade adalah Fashion Designer. Saya dan Fajar adalah tim Marketing. 

Saya sebelumnya belum pernah jadi marketing untuk urusan Fashion. Tapi saya berusaha dengan pengetahuan terbaik yang saya miliki. Tapi dua bulan berjalan menjadi Marketing. Saya dibuat bingung dengan semuanya. Karena perusahaan itu ingin menciptakan bisnis baru. Nama brandnya dengan segala keperluannya belum ada. Ya saya benar – benar tidak bisa berbuat banyak. Ironisnya, Ade, Famela, Fajar adalah orang yang sangat berpengalaman. Lebih senior dalam hal – hal mencari nafkah daripada saya. Tapi saya hanya anak bawang yang sedang ikut dalam sebuah permainan. 

Sayangnya, Fajar sudah hengkang dan tidak mau bergabung di perusahaan ini. Saya menjadi pincang, saya butuh orang yang berpengalaman. Tapi saya menjadi orang satu – satunya untuk melakukan hal yang besar dan itu belum pernah saya lakukan sebelumnya. Dan ini adalah sebuah eksperimen yang begitu ekstrim. 

Karena, dalam beberapa bulan. Perusahaan ini akan mengadakan peluncuran produk dengan konsep Fashion Show. Shiiiit!!! Saya bisa apa, saya belum pernah kerjain yang beginian. Bahkan Famela sebagai orang yang paling senior pernah berujar. 

“Kalau gue yang punya perusahaan, gue gak bakal hire elu dan ade, karena kalau gue mau bikin perusahaan dengan produk fashion yang besar, gue harus rekrut orang – orang yang berpengalaman” Ujar Famela. 

Saya agak dibuat terhenyak sebentar mendengar kata – kata itu, dan saya juga berpikir mengapa saya dipilih untuk melakukan hal – hal yang seharusnya dilakukan oleh orang – orang yang sudah berpengalaman. Tapi saya percaya, kalau sebenarnya saya sudah cocok dalam hal ini namun tuhan menguji saya agar saya mendapat pengalaman yang mengesankan dan mempunyai pengalaman yang setara dengan orang – orang yang berpengalaman itu. Saya juga akan menjadi bagian dari itu. 

Setelah mendapat pekerjaan ini, saya dibuat terbuka oleh beragam eksotisnya dunia fashion. Bahkan, saya sampai menonton film – film yang bersentuhan dengan fashion. Sebenarnya, kalau masalah dunia fashion cowok saya agak sedikit tahu. Masalahnya, ini dunia fashion wanita, bisnis fashion wanita. Inilah yang menjadi ada sesuatu yang membuat saya berpikir ulang. Tapi, saya akan kembali ke misi saya sebagai seorang pemasar jitu.

Foto Diambil pada saat hari terakhir bekerja di www.mosartwo.com pada Siang (9/12/14).

Belum lama sudah berharap, saya sudah mendapatkan hal yang biasa terjadi dalam dunia pekerjaan. Saya resign di Mosarstwo. Saya tidak terlalu menyesal ketika pergi dari profesi saya, saya cuma benci perpisahan terhadap teman - teman saya. Apalagi, Ade teman saya itu sudah keluar lebih dulu, dan muncul orang baru yang bernama Vivi. Jadi, kita bertiga ( Famela, Vivi dan Saya) adalah orang - orang yang terakhir dalam merumuskan bagaimana Mosarstwo ini tetap berjalan. Pada suatu ketika, ada masalah internal. Saya resign dari sana. Tinggal mereka berdua. Foto diatas adalah momen terakhir saya, Famela dan Vivi. 

                                                                              *****

Alih Profesi dalam Waktu Dekat

Pada pertengan bulan desember 2014. Saya keluar dari Mosarstwo. Saya cerita kepada teman - teman kampus saya. Pada suatu hari, teman saya yang namanya Tyas sedang liputan. Dia bekerja sebagai wartawati di sebuah majalah Geoenergi. Sebelumnya dia bermukim di media Asatunews.com. Tyas ini saya chat via bbm. Saya memakai kata kata bersayap, yang pada intinya saya ingin bekerja seprofesi dengan dia. Dia menanggapi dengan baik, sebelumnya saya juga pernah meminta ketika dia berada di asatunews.com tapi saya gagal masuk.

Dengan berjalannya waktu, tetiba dia mengirimkan pesan berantai ke setiap kontak bbm. Isinya adalah grup media yang dia kerja sedang butuh banyak wartawan dan pekerjaan laiinya. Saya bilang saya tertarik sebagai wartawan. Padahal ada profesi yang sama dengan saya ketika di Mosarstwo pada waktu itu. Tapi saya ingin sebagai wartawan. Mau coba lebih profesional soalnya untuk perbanyak portfolio tulisan. 

Setelah diskusi banyak dengan Tyas, teman kampus saya Fazin juga melamar disana, sebelumnya dia juga bersama Tyas di asatunews.com. Saya pikir, saya alih profesi menjadi wartawan tidak ada salahnya. Saya akhirnya datang ke kantor Geoenergi, ternyata bukan hanya Geonergi saja, ada Jurnal Maritim, Tambang dan CSR. Mereka sedang butuh banyak jurnalis. Akhirnya saya berkesempatan menghadap ke HRD sana.

Mungkin ada yang salah ya, ketika itu HRDnya kaget melihat saya mengambil jurusan komputer kok malah alih profesi ke Jurnalis.

"Gilang, kalau mau jadi IT ya IT saja, jangan ke Jurnalis. Kamu yakin melamar sebagai Jurnalis? Kalau pisau itu diasah mulu ya pasti tajem, perusahaan semua butuh yang bisa kerja seperti Pakar" Begitu kira - kira Kata HRDnya

"Iya pak, saya sudah menulis sejak 2009, karya saya lumayan ada puluhan, yang penting hari hari saya produktif" Ujar saya menanggapi komentar HRD

Itulah kiranya percapakan pendek saya dengan HRD di Media Grup PT. Multimedia Internetindo. Saya pikir mengapa orang - orang yang beralih profesi atau tidak sesuai pada jurusan yang diemban saat kuliah menjadi suatu fenomena. Pertanyaan saya ketika ditanggapi oleh HRD itu. "Apakah itu berdosa?". Saya pikir itu cuma arus zigzag yang intinya kita punya tujuan yg sama yaitu untuk Bahagia. 

Tapi setelah berhadapan dengan HRD itu, saya akhirnya diterima menjadi Jurnalis di Majalah CSR dengan berbagai pertimbangan. Saya mulai Profesi yang sebelumnya pernah saya idamkan. Terima kasih Tyas, Terima kasih saya haturkan pada semua teman - teman saya yang ikut membantu perkembangan saya.