Begini Rasanya Menjadi SEO Specialist

Lima tahun silam, ada dua teman sebagai Psikolog dalam mengerjakan tugas kampusnya menanyakan beberapa hal kepada gue. Banyak, salah satunya ingin jadi apa. Pada waktu itu gue menjawab ingin menjadi Digital Marketing.

Pada waktu itu, gue berpikir dunia digital marketing itu pasti menyenangkan. Lagipula, nggak jauh - jauh juga dari jurusan kampus, masih ada alasan untuk menjawab pertanyaan teman yang iseng.

Kira - Kira pertanyaannya seperti ini dalam wawancara tersebut.

Iter : Nah kakak ini sebenarnya cita – citanya apa? 
Itee : Emm..banyak sih, semakin gue banyak – banyak tau , apa namanya belajar, yaa semakin gue tau dan yaa berubah kadang – kadang, statis aja, tapi..mau jadi emm, cowok kan harus multi fungsi, jadi gue harus belajar apa aja kan, pertama jadi IT, jurnalis atau ga dibagian digital marketing

Intinya dalam pertanyaan tersebut gue menjawab ingin menjadi seorang IT karena agar cari aman dari jurusan kampus, kedua itu jurnalis.

Paling tidak dalam waktu - waktu itu gue lagi rajin - rajinnya belajar soal Jurnalistik nah terakhir di Bagian Digital Marketing. Setelah lima tahun berselang dan menikmati lalu lalang macam - macam pekerjaan. Dunia IT, Jurnalis dan Digital Marketing sudah gue garap sebenarnya.

Sekarang, gue bekerja di Okezone.com setelah sebelumnya gue pernah freelance di Abadikini.com, gue menikmati bekerja sebagai freelancer di Abadikini.com, gue develop websitenya beserta kontennya, dan gue merasa merdeka sekali karena berkuasa atas segala maca desain serta kontennya.

Sekarang di Okezone.com, gue sebagai SEO Specialist dan sebanarnya masih newbie tapi karena gue suka dunia digital marketing, paling tidak gue tahu sedikit soal SEO. Karena sebelumnya gue di Abadikini.com tidak terlalu pedulikan dasar sampai tingkat atas SEO, Ketika masuk ke Okezone.com gue jadi pedulikan SEO di Abadikini.com bahkan sampai Blog gue ini sendiri.

Dari Cita - Cita yang berubah - ubah dari IT sampai ke Digital Marketing, Paling ngga Menjadi SEO itu bagian dari menjadi Digital Marketing. Rasanya senang, diberi kesempatan buat berkarya di bidang ini.

Sebenarnya, karir Digital Marketing dimulai waktu gue kerja di Perusahaan yang dibidang Interior, gue menangani Search Engine Marketing di Google. Gue senang dikasih kesempatan dan menjadi SEO Specialist di Okezone.com. Semoga hasilnya baik. 

Setelah Umur Dua Puluh Enam Tahun ...

Tepat di tanggal ini dan tahun sembilan puluh satu gue lahir, Sudah dua puluh tujuh tahun umur gue nggak terasa. Gue merefleksikan diri untuk apa yang sudah gue perbuat untuk diri, keluarga dan orang lain. Biasa aja sih, nggak ada yang terlalu istimewa. Mungkin yang berubah sekarang ada prioritas hidup. Makin berpikir untuk gapai apa yang gue targetkan sebelumnya. Terutama soal "Pernikahan". Itu wajar ya.

Sejak lama gue berpikir, gue akan menikah interval umur dua puluh enak hingga tiga puluh. Sebaik-baik atau sesiap -siapnya lelaki sepertinya bagus untuk kisaran umur segitu. Perlahan - lahan gue mencoba mencari pekerjaan terbaik untuk bisa menabung, dari cerita teman memang biaya menjadi hal utama tinggal bagaiamana persiapan kita soal siapa dan seperti apa yang kita mau dari tamu hingga tempat berlangsungnya acara.

Karena, sudah dua tahun ini gue mulai menabung sedikit -sedikit, mudah - mudahan bisa tercapai apa yang gue mau. Gue mulai sadar semakin menanjak umur segala perubahan harus tumbuh mulai dari pola pikir hingga bagaimana kita menyikapi masalah. Semoga gue bisa disebut "Dewasa" ya. Kedengarannya kalau disebut dewasa kan 'cool' banget.

Setelah soal Pernikahan, gue berpikir setelahnya seperti soal Membeli Rumah dan kebutuhan primer, tersier serta sekunder untuk berumah tangga. Ya agak rumit, rumit banget. Gue cuma akan berusaha semampu gue, semoga tuhan beri rezeki yang baik. Karena gaya hidup gue agak mulai berubah, ini semua semata - mata demi kebutuhan personal. Wajarin aja ya.

Setiap hari hampir dialog sama orang - orang yang sudah berumah tangga, hal - hal tertentu gue dengar dengan seksama dan cermat. Dari euforia habis menikah, ada juga yang sedang terlilit masalah keluarga sampai bercerita indahnya berlekuarga. Dari situ gue banyak belajar dan juga Banyak pelajaran yang bisa diambil.

Sekarang gue sudah mencapai umur dua puluh tujuh tahun, masih ada rentan waktu dua sampai tiga tahun lagi gue menikah. Semoga tuhan membaca ini dan mengabulkan harapan.

Jika ada yang baca ini, tolong bilang "amin" dengan tulus dan penuh kebanggan. Hehe..


Tersiksa Karena Tiket Film Avengers Infinity War

Film Avengers Infinity War sampai ini ditulis masih yang terbaik mengalahkan Film Stars Wars, beberapa rekor dikudeta bahkan digadang - gadang akan menjadi film terlaris sepanjang masa. 

Pada Minggu (29/4/2018) lalu, saya dan pacar saya serta adik pacar mencari tiket Avengers: Infinity War ke beberapa bioskop. Sialnya, dari empat bioskop yang kami sambangi semuanya tiket ludes. Bahkan, Pacar saya sampai kesal karena tidak kebagian tiket. Akhirnya, saya memilih Mall Pejaten untuk lawatan terakhir, karena bepikir kalau tiket terjual ludes. Bisa makan atau Hang out disana. 

Awalnya, saya tidak suka menonton film - film Marvel tapi terlintas di benak, sepertinya harus nonton film - film seperti itu. Demi kebutuhan hiburan. Saya tipikal suka film yang punya pesan moral atau yang berlatar teka teki.  Tapi soal ini, saya pernah terlibat dialog absurd dengan teman.

Dulu pernah, saya bilang ke dia seketika dia menonton film cinta Indonesia. Saya bilang kalau mau nonton film itu harus yang bisa membuat kita berpikir. Lalu, dia membalas saya dengan manusia itu butuh hiburan, dimulai dari film - film yang enteng atau yang soal cinta - cintaan. 

Sempat waktu itu, terlintas lagi dikepala saya bahwa manusia itu punya selera soal cerita film bahkan sinematografi film. 

Lanjut cerita, akhirnya saya tidak mendapat tiket. Akhirnya saya berniat untuk menonton tepat hari lubur May Day 2018. Pada hari tersebut, saya niat untuk mengantri tiket lebih awal di Bioskop. Ternyata saat mau antri, bioskop belum dimulai tapi penunggunya pada siap - siap didepan gerbang. Akhirnya, saya ancang - ancang untuk bagaimana caranya bisa mendapat giliran di depan. 

Pada saat gerbang dibuka, saya langsung nyelak dan dapat di barisan pertama mengantri Tiket Avengers Infinty War, sialnya lagi. Saya pikir saya bisa dapat pesan tiket di bangku tengah kisaran E atau D. Pas tiket sudah bisa dijual, saya mau pilih yang agak siang ternyata penuh semua dan kebagian yang jam 3 Sore itu juga tidak posisi yang dimau. Duduk di deretan H.

Artinya, sekarang ngantri didepan itu tidak jaminan bakal dapet posisi tempat yang kita mau. Karena kalah sama yang beli online. Untungnya bisa nonton sih film tersebut. 

Baru kali ini, cari tiket ke 4 bioskop dan semuanya penuh. Pernah terlintas buat mikir pindah transaksi pakai Mtix, tapi saya kan jarang nonton makanya niat itu bubar gitu aja. Hehehe 

Berdebat Soal Sepakbola

Beberapa waktu yang lalu, saya menulis status di laman facebook pribadi. Saya menulis duplikasi dari twit seseorang dan saya bagikan di laman facebook saya. Status saya mendapat reaksi yang sangat mendalam dari beberapa fans sepakbola. Saya menulis tentang gagalnya klub juventus di serie a selama bertahun - tahun sejak 1996 silam. 

Ada yang bereaksi humoria, ada yang mengamini status saya dan ada pula yang mengcounter attack dengan kata - kata dengan tujuan ingin mengejek seraya dengan bangga melawan sejarah. Saya terfokus dengan orang - orang yang berkomentar dengan mengejek. Begini, saya selalu punya landasan kuat. Bahwa sebuah tim sepakbola itu cara mengukur keberhasilannya itu dengan jumlah piala yang di raih. Dulu atau sekarang, piala itu menjadi tolak ukur. 

Mungkin ada pendapat lain soal ini, tapi itulah yang saya taruh dibenak saya soal indikator kesuksesan klub sepakbola.Dalam sebuah tulisan di media daring yang ditulis oleh Ricko, dia menulis bahwa fanatisme dalam sepak bola bukan terjadi hanya karena seseorang melihat sepak bola dari satu sisi saja, tetapi lebih dari itu. Karena ia sudah terlanjur jatuh cinta dan di dalamnya terselip satu pesan, setialah!.

Ada salah satu orang yang berkomentar di status facebook saya, dia agak ngawur. Dia bilang fans diluar Italia atau eropa itu cuma fans layar kaca, jadi tidak boleh fanatis. Begitu katanya, saya bertaruh bahwa sepakbola adalah cinta, jika sudah cinta maka harus setia. Idealnya begitu. Tetapi, ada juga yang menaruh pendapat bahwa sepakbola adalah agama. 

Dalam tulisannya di fandom.id Andhika Gilang Alafgani menulis bahwa sekelompok orang di Argentina mendirikan The Iglesia Maradoniana atau Gereja Maradona. Siapa lagi “tuhan” mereka jika bukan pencetak gol kontroversial Argentina saat melawan Inggris pada Piala Dunia 1986, Diego Maradona.

Pemeluk Agama Maradona ini juga mempunyai kitab suci berupa biografi Maradona dan The Ten Commandements ala mereka sendiri. Maradona sendiri pernah nyeletuk, “Sepak bola bukan sebuah permainan maupun olahraga, tetapi sebuah agama"

Di media daring detik, Rossi Finza Noor menulis dalam tulisannya yang berjudul (Hari) Kasih sayang menurut sepakbola bahwa Di Inggris, misalnya, Anda bisa menemukan spanduk bertuliskan "MUFC, Kids, Wife, In That Order" di salah satu tribun Old Trafford. Jika diterjemahkan, spanduk itu kira-kira berbunyi: "MUFC dulu, Baru Anak, Lalu Istri". 

Nyeleneh memang memrioritaskan klub di atas anak dan istri, tapi demikianlah kenyataannya. Walau demikian, di Inggris sendiri sudah lumrah sekeluarga datang berbondong-bondong ke stadion. Justru malah dari dalam keluargalah biasanya kecintaan akan sebuah klub tertentu dipupuk dan diwariskan secara turun-temurun.

Lain lagi, dengan tulisan dari Rudy Bastam dalam tulisannya di IDN Times, suporter terbagi menjadi lima yaitu hooligan, casual, tifosi, ultras, dan mania. Meskipun cara mendukung mereka berbeda, namun tujuan mereka tetaplah sama, to support their lovely team. Suporter akan selalu berusaha mendukung secara langsung dimanapun klub kebanggaan mereka berlaga baik home atau away. Di sinilah soul dari permainan sepakbola selain dari segi bisnis.

Banyak pandangan dari beberapa penulis soal kepingan yang terjadi dalam sepakbola, berbagai sudut pandang tersaji. Namun, soal fanatisme juga mempunyai nilai sendiri. Karena cinta tak mengenal jarak, begitu juga soal kecintaan dalam sepakbola. 

Dalam sebuah tulisannya di pandifootball, Muhammad Romyan Fauzan menulis jika Pada akhirnya, apa yang telah, sedang, dan akan selalu kita kagumi akan selalu berputar seperti bola. Sepakbola pun pada dasarnya permainan, yang akan selalu mempermainkan perasaan kita dengan fanatisme yang ada dalam diri masing-masing kepada yang kita kagumi.

Tentang fanatisme pada sepakbola, Johan Cruyff pernah berkata, "There is only one ball, so you need to have it.". Karena sebuah bola, fanatisme itu muncul tanpa kita sadari. Mungkin selama masih ada sepakbola di bumi ini, fanatisme akan selalu ada, dalam sedih dan gembira.

Fanatisme itu kewajaran, jadi justifikasi terhadap kita dari orang lain itu karena ketidakmampuan dia dalam membaca situasi dan hakikat dalam mencintai sesuatu hal. Berdebat soal tim kesayangan itu wajar, jika berakhir ricuh berarti ada yang salah dalam diri kita. 

Karena sejatinya, ketika tim kesayangan di cemooh oleh fans lain, mereka ada niatan terselubung dengan tujuan agar kita malu, agar kita marah dan kesal. Jika kita bertahan dalam argumen, dia dengan khidmat bilang "Lu mah gak mau kalah?" nah, akhirnya perdebatan itu menjebaknya sendiri. atau kita semua yang cinta akan sebuah tim, tidak asyik sepertinya jika hampa. Maunya mencari atau meledek tim lain yang timnya sedang menurun.

Bahkan, apapun dipersoalkan selain trofi. Seperti Gosip klubnya, skandal pemainnya bahkan dalam sebuah sistem transfer yang legal dengan opsi pembelian juga dipermasalahkan.Tidak sedikit yang baper bahkan saling ejek hingga chaos pun banyak. Itulah sepakbola. Dari A sampai Z semuanya ada. 

Fiksi dan Fiktif Dua Kata Yang Membuat Dikotomi Anak Bangsa

Mula -mula kedua kata itu menjadi polemik setelah diucapkan oleh Rocky Gerung. Dasar masalahnya ada pada kata - kata yang keluar dari Mulut Prabowo ketika Pidato. Katanya, Indonesia akan bubar pada tahun 2030. Masyarakat tiba - tiba menyorot pernyataan keras Prabowo. Ramai - ramai ada yang bilang bahwa itu buku Fiksi kenapa Prabowo mengutip dari sebuah Novel Fiksi. Itu awal masalah kenapa Fiksi dan Fiktif itu menjadi trending topik.

Mereka semua berpendapat dengan seisi pengetahuan yang ada dikepalanya. Bagaimana dengan saya? Sebenarnya, secara otoritas, seharusnya yang mengurai ini adalah ahli bahasa. Karena menurut saya, masyarakat sudah tidak percaya dengan yang namanya kamus. Padahal, kamus adalah kesepakatan bersama pada sikap tertentu, kali ini mereka sepakat bahwa fiksi dan fiktif itu sudah dijabarkan di KBBI. Namun, manusia indonesia masih saja berpolemik.

Ya, masing - masing memang punya pendapatnya sendiri. Kalau KBBI saja masih bisa diperdebatkan, lantas dimana yang benar itu? Menurut saya, yang benar itu di meja pengadilan. Karena masyarakat hari ini sudah tidak bisa berkompromi lagi, karena mereka berada di antara kubu - kubu politik. Polarisasi menjalar ke akar rumput. Akibatnya, perdebatan publik terjadi dimana - mana. Konteks dua kata itu menjadi makanan kata di media sosial. Mereka saling klaim. Klaim bahwa dia yang betul dan dia yang benar.

Dua kata itu akan hilang seiring isu - isu yang sedang berjalan, tidak ada yang benar dan salah. Tidak ada yang menang dan kalah. Bagi saya, fiktif dan fiksi itu hanya berbeda di beberapa kata. Dalam sumbu bahasa keduanya punya definisi tersendiri. Masalahnya, harus ada kongres yang menyepakati bahwa kedua kata itu punya arti yang benar - benar dipahami semua publik dunia. Khususnya Indonesia.

Kalau merujuk pada kamus dunia misalnya bahasa inggris, kata itu punya maknanya sendiri yang bisa dipahami publik. Kalau di Indonesia, walau ada kamus tapi berdebat adalah jalan yang asyik menurut mereka, karena yang lebih sialnya lagi. Bukannya berdiskusi, malah berlomba cari panggung siapa yang bisa bui Rocky Gerung. Terkait tesisnya.

Harusnya berdiskusi, karena menghargai daya pikir itu lebih penting daripada harus menjual daya intelektual untuk hal - hal yang seharusnya tidak terjadi.

Saya tidak punya argumentasi dan solusi terkait fiksi dan fiktif itu benar dikatakan Rocky Gerung atau tidak. Karena sebagian bilang itu menista kitab suci, sebagian bilang itu tidak menista. Kebenaran akhirnya menjemput dari meja pengadilan.

Semoga masih ada yang bisa berdiskusi.


Kemana Arah Politik Saya di Pemilu 2019?

Indonesia sebentar lagi akan memasuki tahun - tahun penuh intrik, drama, pretensi dan taktik. Tahun 2018 dan 2019 menanti yang berarti akan ada drama dan taktik dalam tahun tersebut. Siapa yang mencari muka dan siapa yang akan menaruh muka. Mencari - cari perhatian publik dan dicaci - caci publik karena jadi terkaman KPK jelang tahun Politik.

Oh ya, ketika semua orang menentukan pilihan politiknya, dimana letak politik saya ? Ini rumit. Tapi harus diterjemahkan ke dalam kata - kata. Saya mulai. 

Belakangan ini, saya mengelola sebuah media yang tidak terafiliasi terhadap Salah satu Partai namun isinya sangat positif dan layak di konsumsi publik. Memang kebetulan, media tersebut bukan non partisan sifatnya, mungkin bisa dikatakan Media Partner partai tersebut. 

Partai yang saya maksud itu adalah Partai Bulan Bintang dan saya kelola media yang selalu memberitakan berita - berita mengenai Partai tersebut yang bernama Abadikini.com. Tepatnya sudah dari bulan Juni 2017 saya membantu media ini agar selalu naik pembacanya. 

Dari berita Partai hingga perjuangan Yusril Ihza Mahendra terhadap suatu kaum yang di dzalimi pemerintah saya bantu sebarkan dan menulisnya di media tersebut. Waktu demi waktu saya ikuti kronologi hingga saya berpikir memang ada maksud untuk berpolitik tetapi perjuangan Yusril Ihza Mahendra dalam membantu pendampingan hukum dengan kaum - kaum tertindas menjadi inspirasi buat saya.

Dalam sosok Yusril Ihza Mahendra itu, saya demikian mau membantu membesarkan Partai walau bukan struktural. Namun saya bantu melalui media sosial dan pemberitaan-pemberitaan yang positif. 

Alhamdulillah, saya curiga masyarakat sudah mulai mencintai sosok YIM dan Partai Bulan Bintang. Namun, perjuangan - perjuangan beliau dan partainya itu yang menjadikan saya mau membantu dan ikut perjuangkan misi partai yang memang menjadi panjang tangan dari partai islam yang dulu pernah besar pada masanya, yaitu Partau Masyumi. 

Saya sepertinya serasa terwakili oleh Yusril dalam sikap politik maupun dalam bela islam, bangsa dan negara. Namun, dalam cerita - ceritanya Yusril selalu menceritakan ketabahan dalam berpolitik walalupun sering kerap diberi harapan palsu oleh politisi - politisi terdahulu. 

Sekarang, partai bulan bintang sudah lolos dan mendapatkan angka 19 di keikutsertaanya pada 2019. Apapun pilihan Partai Bulan Bintang saya mencoba adaptasi dan Insya Allah mendukung. Karena pada dasarnya saya ingin presiden baru walau hitung- hitungan politiknya sekarang Presiden Jokowi bisa berpeluang menang lagi.

Semoga, apa yang diperjuangkan Yusril dan PBB bisa di Ridhai Allah swt. Amin YRA

Kangen ngeblog, Akhirnya Menulis Kembali Dengan Cuma - Cuma

Akhirnya bisa kembali menulis di blog ini, setelah sekian lama saya sibuk urus situs media online. Sebenarnya bukan cuma itu saja, namun ada hal lain yang membuat saya merasa belum ada waktu untuk kembali menulis. Padahal sudah lama sekali, terakhir tepatnya tahun 2017 lalu.

Rasanya rindu mencurahkan isi hati kepala dan pikiran di blog ini. Blog ini sangat legenda buat saya, disamping untuk curahkan segala hal, juga bisa menjadi ruang privat dan hanya bisa diketahui sedikit orang. Kesibukan saya memang juga cari nafkah untuk bisa menepati janji kepada pasangan serta juga orang - orang di sekeliling saya.

Blog ini menjadi sebuah barang mahal bagi saya, karena waktu tidak bisa diuang, pikiran seseorang berbeda- beda di beberapa waktu.

Lihat saja kronologi saya menulis kadang saya tidak menyangka bisa menulis sebaik itu atau dalam pikiran terpikir "Kok bisa gue nulis kaya gini yah?".

Saya jadi teringan tulisan blogger, dia bilang kita akan berbeda di waktu yang lain karena berdasarkan lingkungan, katanya itu menjadi pengaruh bagaimana isi pikiran kita.

Ya, saya sepakat. Memang menulis itu harus membaca. Daya baca saat ini saya kurang sekali, lebih terhadap isu - isu tertentu.

Beda bacaanya, kalau dulu majalah - majalah hipster sekarang media online. Ya, jaman memang begitu, manusia juga begitu. Intinya adalah harus bisa adaptasi. Oke, saya jadi nulis ngalor ngidul. Lain kali, saya akan update tulisan yang baik.