Awkward Moment di Konser Linkin Park: A Thousand Suns



Linkin Park adalah grup musik beraliran nu metal dan rock alternatif yang berasal dari Agoura Hills, California, di Amerika Serikat. Mereka sempat beberapa kali berganti nama, antara lain Xero, Hybrid Theory, hingga nama Linkin Park sampai sekarang. Nama "Linkin Park" sendiri merupakan plesetan dari nama sebuah taman di Los Angeles, Lincoln Park. Sebelum Chester Bennington menjadi vokalis Linkin Park, Mark Wakefield lebih dulu menjadi vokalisnya. Namun, ia keluar dari Linkin Park untuk mencari proyek lain (menjadi manajer grup band Taproot)– saat itu menggunakan nama Hybrid Theory untuk menjadi manajer grup musik Taproot. Bassis Dave Farrell alias "Phoenix" juga pernah keluar sebentar dari Linkin Park untuk mengikuti tur bersama band lamanya, Tasty Snax. Sedangkan 4 personel lainnya Brad Delson, Mike Shinoda, Joe Hahn, dan Rob Bourdon selalu bertahan di Linkin Park sejak awal pembentukannya (Foto/linkinpark.com)

"Eh, diem dong woy, itu ada video musiknya Linkin Park yang 'Crawling', enak tuh lagunya" Ujar teman saya ketika kita sedang bercanda di sebuah rumah. Saya seketika itu langsung menoleh ke televisi tabung tersebut yang di putar di Global TV MTV.  Pada saat itu, usia saya masih belasan sekitar tahun 2001. Kala itu, teman - teman saya hampir semua suka dengan band Linkin Park dan Limp Bizkit dengan seksama dan berjamaah. Saat saya tinggal di komplek perumahan yang manakala itu anak gaul semua, saya diperkenalkan dengan dua band tersebut bahkan hingga ke produk - produk city surf

Pada saat itulah, perkenalan saya dengan Linkin Park dimulai dari lagu "Crawling". Setahun kemudian, saya hijrah ke Jakarta. Ketika saya ingin pindah rumah, teman saya menghadiahi satu buah VCD konser Limp Bizkit untuk dibawa ke Jakarta. Ketika di Jakrta, ternyata tidak semua seusia saya suka band - band tersebut. Band Linkin Park, sangat diminati karena dengan hip rock ala Mike Shinoda dan Chester Bennington. Lagu "In The End" juga sangat familiar sekali pada masa itu, karena terlibat di dalam video game playstation Winning Eleven. Hampir, semua ingat oleh lagu hip rock tersebut. 

Saya makin suka dengan Linkin Park, karena terpengaruh oleh kakak ipar saya, yang juga penggemar berat Chester Bennington. Dia banyak menceritakan sisi lain - sisi lain dari punggawa Linkin Park hingga Limp Bizkit. Hal - hal diluar panggung dia ceritakan dengan menggebu kepada saya yang pada saat itu masih belia. Bagi sebagian anak lain, saya berlagak saja mendengar band barat. Padahal doktrinasi itu sudah saya telan pada saat tinggal di Bekasi sebelum eksodus ke Jakarta. 

Karena cerita - cerita dan saya sering menonton video musik bareng kakak ipar saya, album pertama Linkin Park akhirnya saya beli yang versi Cassete album Meteora yang sebenarnya album kedua dari Linkin Park di toko musik Pasar Baru, Jakarta Pusat. Itu sewaktu saya masih sekolah dasar. Saya memang berniat membeli itu, mengumpulkan uang jajan saya. Apalagi, waktu itu dirumah saya masih ada Tape Music

Setelah saya beli kaset itu, berkali- kali saya putar side A ke Side B begitu sebaliknya. Karena pada saat itu, menurut saya demam Linkin Park mewabah ke teman - teman saya juga, jadi saya harus manjadi trendi. Menurut saya juga, itu adalah album terbaik yang pernah dikeluarkan oleh Linkin Park. Dari 'Somewhere i Belong' Sampai 'Numb' semuanya hits. Saya yakin, kalian juga akan menyetujui tesis saya. 

Saat Linkin Park konser ke seluruh dunia dalam tur yang bertemakan Linkin Park: A Thousand Suns, Jakarta mendapat bagian perhelatan mereka yang di adakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta pada 21 September 2011. Sebetulnya ini konser yang kedua untuk di Jakarta, pada saat itu sekitar tahun 2004. Pada 2011, saya pergi ke kafe Rollingstone Indonesia di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Pada saat itu, Promotor yang mendatangkan Linkin Park ke Jakarta sedang membagikan tiket Linkin Park.

Kala itu, Soleh Solihun sedang membawakan acara Release Party, Program musik bulanan di kafe Rollingstone. Soleh Solihun membagikan pertanyaan, bagi yang bisa menjawab akan mendapatkan tiket konser Linkin Park. Pada saat itu pertanyaan Soleh Solihun adalah "Siapa saja nama penulis di Majalah Rollingstone Indonesia". Ketika itu ada yang tunjuk tangan seraya ingin menjawab, tapi seketika menjawab orang itu hanya kurang satu orang namanya, yaitu Reno Nismara. Ketika saya meralat itu, saya lah yang mendapatkan tiket tersebut, waktu itu perasaan saya, cukup tidak bisa diukur kadar bahagianya. Hahaha. 

Setelah mendapat tiket tersebut, dalam interval menjelang konser. Lagi - lagi teman menyuruh saya untuk menjual tiket Linkin Park, pada saat itu, saya ingin menjualnya kepada seseorang yang di Bandung. Tapi saya berpikir, kalau saya jual, saya tidak punya kesempatan untuk menonton band ini lagi. Akhirnya, saya anulir keputusan saya untuk menjual tiket tersebut, takutnya saya blunder saja. 

Pada akhirnya, saya pergi ke Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Ketika ingin masuk ke lokasi, antrian sangat panjang sekali. Agak penat memang, tapi ada hal yang membuat saya kesal tapi bikin gemes. Yaitu ketika ada Crew tiket yang bilang ke saya bahwa tiket ini tiket gratis ya. Dengan raut wajah sambil tersenyum seraya mengucilkan. Agak brengsek sekali momen itu. Iya gratis, tapi ngomongnya jangan bikin yang lain dengar, kan malu. 

Seingat saya, saya masuk ke pintu greepe (Anggur), ketika saya masuk ternyata saya ada di tribun paling atas. Dalam hati, haduh walau pakai kacamata, agak tidak terlihat juga aksi Linkin Park. Benar saja, sudah aksinya membuat saya tidak puas, lagu yang dibawakan bukan lagu di album pertama sampai ketiga. Saya jadi agak bete sata itu, agak menyesal juga kenapa tidak dijual saja tiketnya. Tapi ada hal yang membuat saya ingat menempel yaitu, saya baru pertama kali minum bir karena pada saat itu saya haus sekali dan hanya ada tukang bir dan saya juga minjam teropong orang untuk melihat aksi Chesteer. 

Sebenarnya itu akward moment, tapi saya beranikan diri untuk minjam. Alhasil saya merasa melihat dari dekat aksi mereka, bagi saya konser ini adalah konser terbaik karena banyak kejadian yang akward sekali, ditambah konser band luar negeri yang saya tonton pertama kali. Karena pada dasarnya, hal yang pertama kali selalu patut di kenang, maka saya nobatkan bahwa konser ini adalah konser yang paling bergengsi dalam memori saya. 

Mencoba Abadi Dalam Konser Kidung Abadi

Chrismansyah Rahadi (lahir dengan nama Christian Rahadi di Jakarta, Indonesia, 16 September 1949 – meninggal di Jakarta,Indonesia, 30 Maret 2007 pada umur 57 tahun) yang lebih dikenal dengan nama panggung Chrisye, merupakan seorang penyanyidan pencipta lagu asal Indonesia. Dilahirkan di Jakarta dari keluarga Tionghoa-Indonesia, Chrisye menjadi tertarik dengan musik saat masih muda. Waktu masih belajar di SMA, Chrisye main gitar bas dalam sebuah band yang ia bentuk bersama kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-an dia menjadi anggota band Sabda Nada (yang kemudian hari berganti nama menjadi Gipsy) (Foto/Youtube.com)

Pada 5 April 2012 silam di Plennary Hall Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Jay Subiakto dan Erwin Gutawa menghelat konser "Kidung Abadi Chrisye" untuk memperingati ulang tahun kelima kematian Chrisye. Chrisye sendiri wafat pada 30 Maret 2007 di Jakarta. Judul konser "Kidung Abadi" tersebut adalah bagian dari proses kreatif Erwin Gutawa dan anaknya Gita Gutawa. Pada hari tersebut, semua penonton konser 'Kidung Abadi' merasa kembali pada zamannya ketika mendengar lagu - lagunya Chrisye terkecuali saya. 

Ketika saya membaca Majalah RollingStone Indonesia Edisi Desember 2010, dalam edisi spesialnya tentang '50 Penyanyi Indonesia Terbaik Sepanjang Masa' disana bertengger nama Chrisye pada posisi tiga besar dibawah Benyamin Sueb dan Iwan Fals. Saya menyadari kehadiran suara emas Chrisye sebelumnya, pada medio milenial saya sudah mendengar lagu - lagunya beliau yang sangat pop sekali. Banyak juga lagu - lagu beliau yang baru saya dengar pada periode 2010an dan saya jatuh cinta pada lagu - lagu tersebut. Seperti 'Juwita', 'Cinta', 'Semusim', 'Dibatas Akhir Senja'. 

Beberapa lagu Chrisye yang sudah saya dengar juga semuanya membuat saya jatuh cinta, Saya tidak tahu mengapa saya sangat suka sekali dengan cara Chrisye ketika menyanyikan lagu-lagunya. Vokal Chrisye sangat halus dan lembut. Menurut saya, lagu - lagunya sangat pantas jika didengar oleh semua kalangan karena sangat santun sekali, beruntunglah indonesia mempunyai sosok Chrisye di masanya. 

Ketika 2012 silam, Microblogging Twitter sedang hits pada saat itu, saya lupa saya mendapat tiket itu darimana, yang jelas saya mendapatkan itu gratis dari sebuah kuis di twitter dan menonton itu sendiri tanpa ditemani siapa - siapa. Sebenarnya, saya sempat goyah, akan menjual tiket tersebut, karena ada paksaan dari teman saya untuk menjual tiket tersebut. 

Agak goyah juga, karena ada beberapa orang yang ingin mendapatkan tiket tersebut di Twitter. Tapi saya berpikiran bahwa uang bisa saya dapat, tapi pengalaman menonton konser 'kidung abadi' Chrisye yang saya tidak akan dapat lagi. Karena saya juga sempat merasa ada keanehan sebelumnya ketika mendapatkan informasi adanya konser tersebut, saya tahu Chrisye sudah meninggal. Sebenarnya kan tidak seru juga menonton konser yang bukan dinyanyikan oleh penyanyinya. 

Tapi ada satu adegan yang saya bingung seingat saya waktu itu, ketika Sophia Latjuba duet dengan hologram Chrisye. Ketika pada saat lagu 'Setangkai Anggrek Bulan', pada saat itu saya bingung, mau nanya sama siapa, kan saya datang sendirian. Akhirnya, saya perhatikan saja Sophia Latjuba dan Chrisye versi Hologram, saya dibuat decak kagum karena konser itu sudah membuat dahi saya mengkerut karena adanya hologram Chrisye. 

Saya larut akan lagu - lagu yang dinyanyikan mereka para penyanyi yang menyanyikan lagu Chrisye, selain itu, ada hal yang membuat saya senang, karena di putar video dimana Gita Gutawa diajak bernyanyi oleh Chrisye pada saat konser Chrisye tahun 1990an. Saya jadi tahu, ternyata Gita Gutawa pertama bernyanyi didepan publik itu pada saat di JCC Senayan. 

Pada konser tersebut saya menyempatkan diri untuk live tweet di twitter (Foto/Dok Pribadi)


Bagi saya ini adalah salah satu konser terbaik saya yang pernah saya datangi, karena saya memang telat mengagumi Chrisye tapi bisa melihat konsernya dan diri Chrisye pada hologram, saya juga merasakan kehangatan dan keakraban penyanyi saat di konser tersebut dan tentunya saya bisa melihat konser 'Kidung Abadi' dengan tanpa biaya. Bagi saya, saya adalah yang beruntung. Karena dari sekian kanan dan kiri saya yang menonton konser tersebut, saya tidak melihat penonton yang seumuran saya, hampir yang saya lihat itu lebih tua dari saya. Bahkan disana, saya bertemu guru SMA saya. 

Saya merasa ini adalah konser artis lokal yang saya tonton pertama kali, saya senang God Bless, Slank, Iwan Fals. Tapi saya belum pernah nonton konser mereka, hanya Chrisye yang baru saya tonton. Pada masa puber, lagu - lagu Chrisye juga yang menemani saya disaat senang atau sebaliknya. Majalah Rollingstone Indonesia sudah tepat menempatkan posisi terbaik Chrisye untuk urusan vokal.  

Salam,
Gumilang Hidayat

Cerita Menjelang Sidang Akademik



Saya hanya ingin menceritakan sisi yang sangat agak pribadi dalam urusan hati ketika akan melakukan sesuatu yang memang sangat sakral, karena ini berhubungan dengan amanah orang tua dan salah satu metoda untuk membuat orang tua bahagia ketika melihat anaknya bisa memakai toga dan satu bingkai dalam prosesi wisuda. (Foto/binary.edu.my)

“Gue belum merasakan yang namanya sukses bro, gue nggak lulus kuliah”. Kutipan itu pernah saya baca didalam sebuah komentar blog orang yang sedang ngawur pembicaraanya. Tapi saya sempat berpikir sejenak ketika tulisan itu muncul dalam kolom komentar. Apa yang sedang saya pikirkan waktu itu? Waktu itu saya berpikir, Jangan sampai saya juga menulis seperti orang itu, karena posisi saya waktu itu, masih dalam proses berakademik. 

Saat ini, proses berakademik sudah mulai sedikit demi sedikit selesai. Proses saya sangat panjang untuk memperjuangkan hasil studi saya dikampus. Mungkin hanya sedikit orang yang akan menghabiskan masa kuliahnya lebih dari 5 tahun, tapi juga ada beberapa orang yang lulus dengan jangka waktu yang lama. Bagi sebagian orang yang lulus dengan jangka waktu yang lama, itu tidak berpengaruh, karena ada pada nasib individu dan proses perjuangan hidup orang tersebut. 

September 2016 nanti, saya akan sidang skripsi. Saya tidak tahu kuliah 7 tahun itu akan menghasilkan keberhasilan atau tidak. Namun, saya akan terus tetap ikhtiar. Banyak dari teman semasa sekolah saya sudah pada lulus kuliah bahkan ada yang sudah melanjutkan pasca sarjana, teman – teman kampus juga sudah lulus, hanya tersisa beberapa teman se-angkatan saja dikampus. 

Ini hanya berbicara kampus. Secara akademik, saya akui saya memang lemah, dan perlu perjuangan khusus. Dari waktu, aktivitas, biaya sampai meperjuangkan nilai akademik. Tapi saya tetap berjuang untuk banyak baca buku, diskusi hingga melakukan proses – proses kreatif serta intelektual lainnya. Semoga saja saya bisa bertanggung jawab untuk menanggung strata akademik saya. 

Semasa kuliah, saya sangat aktif di organisasi, dari yang legal sampai hanya sebuah komunitas kampus. Lalu, saya juga beberapa kali bekerja di tempat yang berbeda. Bahkan, sampai sekarang saya merasa terhormat pernah magang di E-Motion Entertainment. Selama 7 tahun beraktivitas di formal dan informal, saya banyak mendapatkan sesuatu dan banyak sekali belajar tentang sesuatu hal, yang jika kehendak tuhan, itu bisa jadi bekal saya nantinya. 

7 tahun lamanya saya masih status aktif menjadi mahasiswa, saya tidak merasa rugi pikiran dan keterampilan, hanya rugi soal waktu saja, tidak ideal dan agak telat. Saya juga banyak berterima kasih, kepada teman – teman yang pernah mengobrol dengan saya, banyak kata – kata dari teman – teman yang menempel dan mengingat di pikiran saya, untuk mau berbuat sesuatu dan melanjutkan perjuangan-perjuangan akademik. Saya juga berterima kasih kepada senior – senior saya yang mau membantu mengajarkan sesuatu kepada saya dan memang banyak hal yang sudah dibagi. Dari Teori sampai cerita pribadi yang menginspirasi. 

Terkadang saya sedih dalam kondisi berjuang seperti ini, tapi karena berusaha baca sebanyak mungkin dan menonton film yang bersentuhan dengan motivasi hidup. Saya jadi merasa terbantu. Sebenarnya, yang paling membantu adalah media Hipwee. Waktu itu 2014, saya sedang kecewa dengan nilai saya yang buruk, Lalu saya pergi ke alat pencarian gugel, mencari sebuah artikel dengan kata kunci ‘7 tahun kuliah’. Bertemulah dengan artikel dari Hipwee, rubriknya juga tentang motivasi, dan saya sangat terbantu sekali oleh artikel tersebut. Saya berterima kasih kepada penulis dan media Hipwee. Banyak dari artikel Hipwee yang memang membantu saya untuk terus komitmen dengan perjuangan yang sudah dibangun dengan susah payah. 

Sewaktu kuliah, saya memang dihabiskan dengan bersenang – senang, tapi tidak lupa juga proses intelektual juga saya geluti, semasa masih semester awal dan pertengahan saya sering sekali menonton konser musik bahkan saya belajar menulis di komunitas dan organisasi ketika dipertengahan semester. Saya merasakan, semasa mahasiswa saya tidak rugi, dari berperan menjadi hedonion sampai agak Marxist. Semasa mahasiswa saya merasakan itu. Paling tidak, sudah merasakan pernah diinjak polisi, bukan bangga, ada alasan lain. 

Itulah, sepenggal proses saya mengapa selama 7 tahun itu saya kuliah, oia sempat pernah cuti juga, karena orang tua sempat berada dalam kondisi terendah, tapi bersyukurnya saya bisa melanjutkan kuliah dengan biaya sendiri berkat hasil kerja. Begitulah tuan dan puan, cerita kenapa saya lama sekali dikampus.

Dalam waktu yang singkat, saya akan menempuh hampir di garis finish, walau skripsi saya sampai tulisan ini dibuat belum kelar, tapi saya yakin, tahun ini saya merdeka dalam akademik. Kalian tau perasaan saya menulis ini, bahagia di kasih dua sendok gula rasa sedih, bahkan seperempat dag dig dug. Sekian. 

Salam,

Gumilang Hidayat