"Eh, diem dong woy, itu ada video musiknya Linkin Park yang 'Crawling', enak tuh lagunya" Ujar teman saya ketika kita sedang bercanda di sebuah rumah. Saya seketika itu langsung menoleh ke televisi tabung tersebut yang di putar di Global TV MTV. Pada saat itu, usia saya masih belasan sekitar tahun 2001. Kala itu, teman - teman saya hampir semua suka dengan band Linkin Park dan Limp Bizkit dengan seksama dan berjamaah. Saat saya tinggal di komplek perumahan yang manakala itu anak gaul semua, saya diperkenalkan dengan dua band tersebut bahkan hingga ke produk - produk city surf.
Pada saat itulah, perkenalan saya dengan Linkin Park dimulai dari lagu "Crawling". Setahun kemudian, saya hijrah ke Jakarta. Ketika saya ingin pindah rumah, teman saya menghadiahi satu buah VCD konser Limp Bizkit untuk dibawa ke Jakarta. Ketika di Jakrta, ternyata tidak semua seusia saya suka band - band tersebut. Band Linkin Park, sangat diminati karena dengan hip rock ala Mike Shinoda dan Chester Bennington. Lagu "In The End" juga sangat familiar sekali pada masa itu, karena terlibat di dalam video game playstation Winning Eleven. Hampir, semua ingat oleh lagu hip rock tersebut.
Saya makin suka dengan Linkin Park, karena terpengaruh oleh kakak ipar saya, yang juga penggemar berat Chester Bennington. Dia banyak menceritakan sisi lain - sisi lain dari punggawa Linkin Park hingga Limp Bizkit. Hal - hal diluar panggung dia ceritakan dengan menggebu kepada saya yang pada saat itu masih belia. Bagi sebagian anak lain, saya berlagak saja mendengar band barat. Padahal doktrinasi itu sudah saya telan pada saat tinggal di Bekasi sebelum eksodus ke Jakarta.
Karena cerita - cerita dan saya sering menonton video musik bareng kakak ipar saya, album pertama Linkin Park akhirnya saya beli yang versi Cassete album Meteora yang sebenarnya album kedua dari Linkin Park di toko musik Pasar Baru, Jakarta Pusat. Itu sewaktu saya masih sekolah dasar. Saya memang berniat membeli itu, mengumpulkan uang jajan saya. Apalagi, waktu itu dirumah saya masih ada Tape Music.
Setelah saya beli kaset itu, berkali- kali saya putar side A ke Side B begitu sebaliknya. Karena pada saat itu, menurut saya demam Linkin Park mewabah ke teman - teman saya juga, jadi saya harus manjadi trendi. Menurut saya juga, itu adalah album terbaik yang pernah dikeluarkan oleh Linkin Park. Dari 'Somewhere i Belong' Sampai 'Numb' semuanya hits. Saya yakin, kalian juga akan menyetujui tesis saya.
Saat Linkin Park konser ke seluruh dunia dalam tur yang bertemakan Linkin Park: A Thousand Suns, Jakarta mendapat bagian perhelatan mereka yang di adakan di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta pada 21 September 2011. Sebetulnya ini konser yang kedua untuk di Jakarta, pada saat itu sekitar tahun 2004. Pada 2011, saya pergi ke kafe Rollingstone Indonesia di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Pada saat itu, Promotor yang mendatangkan Linkin Park ke Jakarta sedang membagikan tiket Linkin Park.
Kala itu, Soleh Solihun sedang membawakan acara Release Party, Program musik bulanan di kafe Rollingstone. Soleh Solihun membagikan pertanyaan, bagi yang bisa menjawab akan mendapatkan tiket konser Linkin Park. Pada saat itu pertanyaan Soleh Solihun adalah "Siapa saja nama penulis di Majalah Rollingstone Indonesia". Ketika itu ada yang tunjuk tangan seraya ingin menjawab, tapi seketika menjawab orang itu hanya kurang satu orang namanya, yaitu Reno Nismara. Ketika saya meralat itu, saya lah yang mendapatkan tiket tersebut, waktu itu perasaan saya, cukup tidak bisa diukur kadar bahagianya. Hahaha.
Setelah mendapat tiket tersebut, dalam interval menjelang konser. Lagi - lagi teman menyuruh saya untuk menjual tiket Linkin Park, pada saat itu, saya ingin menjualnya kepada seseorang yang di Bandung. Tapi saya berpikir, kalau saya jual, saya tidak punya kesempatan untuk menonton band ini lagi. Akhirnya, saya anulir keputusan saya untuk menjual tiket tersebut, takutnya saya blunder saja.
Pada akhirnya, saya pergi ke Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Ketika ingin masuk ke lokasi, antrian sangat panjang sekali. Agak penat memang, tapi ada hal yang membuat saya kesal tapi bikin gemes. Yaitu ketika ada Crew tiket yang bilang ke saya bahwa tiket ini tiket gratis ya. Dengan raut wajah sambil tersenyum seraya mengucilkan. Agak brengsek sekali momen itu. Iya gratis, tapi ngomongnya jangan bikin yang lain dengar, kan malu.
Seingat saya, saya masuk ke pintu greepe (Anggur), ketika saya masuk ternyata saya ada di tribun paling atas. Dalam hati, haduh walau pakai kacamata, agak tidak terlihat juga aksi Linkin Park. Benar saja, sudah aksinya membuat saya tidak puas, lagu yang dibawakan bukan lagu di album pertama sampai ketiga. Saya jadi agak bete sata itu, agak menyesal juga kenapa tidak dijual saja tiketnya. Tapi ada hal yang membuat saya ingat menempel yaitu, saya baru pertama kali minum bir karena pada saat itu saya haus sekali dan hanya ada tukang bir dan saya juga minjam teropong orang untuk melihat aksi Chesteer.
Sebenarnya itu akward moment, tapi saya beranikan diri untuk minjam. Alhasil saya merasa melihat dari dekat aksi mereka, bagi saya konser ini adalah konser terbaik karena banyak kejadian yang akward sekali, ditambah konser band luar negeri yang saya tonton pertama kali. Karena pada dasarnya, hal yang pertama kali selalu patut di kenang, maka saya nobatkan bahwa konser ini adalah konser yang paling bergengsi dalam memori saya.
- Jumat, Agustus 19, 2016
- 0 Komentar