Ironi Buku- Buku Yang Terpinggirkan

Banyak mural – mural jalanan menuliskan bahwa buku adalah jendela dunia. Semua isi dunia ini semuanya ada dibuku. Buku membuat kita mendapatkan pengetahuan yang luas jika kita tekun dan rajin membaca hampir semua buku yang ada. Bagi saya pribadi, buku adalah sebuah mesin waktu, bisa pergi ke masa lalu, masa kini juga masa yang akan datang. Sebuah pemikiran orisinil dari para tokoh besar lewat beragam isinya, saya mengibaratkan mereka – mereka ini adalah guru yang disadari secara skriptualitas.


Saya walau tidak serajin para kutu buku diluar sana, tapi saya berusaha untuk membaca agar buku-buku merasa dihargai oleh manusia, karena adanya buku untuk dibaca dan dipahami. Toko Buku sangat banyak sekali, dari kelas bulu hingga kelas berat. Maksudnya, dari penjual mikro sampai makro sebut saja, penjual buku di pasar senen dengan gramedia atau gunung agung. Buku sangat berbeda dengan sebuah barang, walaupun secara fisik itu berupa barang. Tapi jika buku yang tua akan benar – benar dijual murah bahkan diobral. Bandingkan, jika barang tua yang dijual di Jl. Surabaya, Jakarta Pusat (Tempat benda – benda lawas).

Semakin lama barang itu, akan semakin tinggi nilai jualnya. Tapi Berbeda dengan buku. Ada beberapa buku yang saya beli dengan harga murah terbitan tahun 1970’an hingga 1990’an. Saya jadi bingung kadang – kadang. Padahal kan, buku itu sebuah investasi. Kok, malah dijual murah sekali. Saya sih bersyukur saja, kalau sampai harganya mahal juga kacau. Hanya mau mengkomparasi saja, iseng – iseng.

Bagi para penjual makro, kalau buku tidak laku dijual, buku itu akan diobral besar-besaran dengan harga yang ekonomis. Saya berterima kasih dengan obralan ini. Karena jujur saja, hanya beberapa kali saja saya beli buku digramedia dengan harga normal. Karena keterbatasan biaya, makanya kadang saya suka bertanya ke mas-mas di gramedia atau di toko buku senen tentang buku – buku yang diobral. Pernah seketika, saya berpikir kadang buku yang saya beli dengan harga ekonomis ini sangat menjadi buku andalan saya untuk dibawa kemana-mana. Intinya buku itu bagus sekali.Saya bacanya juga berkali-kali. Tapi kenapa buku sebagus ini dijual dengan harga murah, isinya informatif, motivatif dan punya daya tarik. Harusnya buku sebagus itu ada di rak – rak yang berdampingan dengan buku – buku yang tidak diobral lainnya.

Buku-buku yang saya dapat juga tidak sembarangan, semacam biografi Jhon F Kennedy, Perjalanan panjang Benazir Bhutto, Ragam cerita dari intelijen dengan sudut pandang yang lain, motivasi pemuda kontemporer yang mengedepankan sisi komitmen untuk selalu kreatif, tentang social media dan tentang  hal – hal yang kontemporer. Sekali saya beli bisa borong buku itu, berbeda kalau pakai harga normal saya hanya bisa beli satu buku. Hahaha.

Banyak buku – buku yang tersisih dari mata para intelektual kalau disejajarkan dengan buku – buku yang diobral. Seringkali, mereka mencari buku yang direkomendasi dan ada kemungkinan yang sedang mencari hanya bercokol pada rak yang punya titel best seller. Suatu waktu, saya pernah kepusingan hanya karena membawa uang pas-pasan, mau beli satu saja banyak pertimbangan, karena terkadang saya juga minta rekomendasi buku dari teman tapi kali itu hanya tadinya mau iseng saja, gara-gara banyak pertimbangan karena takut akan kualitas isi bukunya akhirnya hanya bisa lihat – lihat resensinya saja. Hahaha. 

Arogansi Para Armada Kuda Besi

Baru - baru ini dengar kabar kalau seorang yang menaiki sepeda memberhentikan gerombolan motor gede di jogjakarta. Awal mulanya, para geng motor gede ini melewati jalan itu ketika lampu lalu lintas sedang berwarna merah. Mungkin, si pembawa sepeda ini memang sudah niat kali ya. Di videonya aja, ketika sedang memberhentikan paksa geng motor gede dia sempat keluarkan pasal - pasal hukum yang bersangkutan. 





Ada dua kemungkinan, ketika mas - masa ini memberhentikan pembawa motor gede dia ini anak hukum yang kebetulah hafal atau sudah terencana semuanya. Sampai ada video yang sudah disiapkan untuk dipertontonkan netizen. Pesan yang ingin disampaikan memang baik dan akan timbul permasalahan baru di televisi soalnya ada muka - muka institusi aparat hukum juga di video tersebut yang terkesan mengabaikan hukum lalu lintas dan tidak tertib. 

Kalau bicara hukum, mas- mas yang naik sepeda ini memang sepertinya banyak dibela masyarakat karena dia berada di poisisi yang benar. Arogansi para geng motor gede ini juga tidak karuan. Salah satu pembawa motor gede sempat adu cekcok dengan mas - mas yang naik sepeda. Menurut saya sih itumah cuma buang - buang waktu aja. Karena si basis motor gede ini berada pada posisi yang salah. Jadinya, mas - mas yang naik sepeda itu makin berani untuk unjuk giginya. 

Karena sekarang era tekno, si mas - mas itu jadi tenar. Beragam meme bermunculan. Ada yang hujat pemerintahan, para punggawa motor gede, polisi sampai muka mas - masnya juga di buat meme yang mengarah ke sisi humor. Hahaha. Saya tidak mau kasih tau gambar dan videonya. Kalian cari aja sendiri. 

Rindu Ketika Masih Aktif Di Organisasi




Pertama kali mengenal organisasi, saya belajar dari HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Saya dididik dan dibina dengan sebaik-baiknya agar menjadi insan akademis yang sesuai dengan tujuan HMI. Jujur saja, saya berterima kasih kepada teman – teman yang dulu mengajarkan saya banyak hal di organisasi itu. Dari kawan hingga lawan semuanya adalah proses menuju pendewasaan untuk meniti kehidupan yang selalu menuntut perubahan.

Kalau tidak di HMI, saya mungkin tidak akan bisa berpikir yang lebih ideal dari sebelumnya. Saya menemukan banyak hal di organisasi ini. Pengetahuan, jaringan, peta permasalahan negara,social sampai personal. Saya banyak bertemu orang – orang hebat karena pengaruh organisasi ini. Saya menemukan ilmu yang lebih praktis ketika ditempa di HMI. Kawan – kawan yang hebat dari latar belakang yang berbeda. Saya banyak belajar dari kawan – kawan HMI yang sudah lebih mapan secara intelejensia maupun almamater yang bergelar strata hingga doktor.

Saya juga menemukan, sahabat – sahabat yang lebih dari sekedar sahabat. Mereka keluarga yang nantinya akan tetap keluarga kelak yang saling membutuhkan. Ketika masih di komisariat sampai pengurus cabang di Jakarta. Saya masih sering bertandang ke secretariat HMI di Jakarta. Itu saya merasakan berita terbaru, persepektif baru untuk sebuah masalah maupun teori tekstual. Sering bincang di warung kopi, apapun dibicarakan. Itulah senangnya saya, berkumpul dengan mereka dari junior sampai senior semuanya berkumpul di satu titik untuk berbicara masalah apapun. Saya rindu hal itu.

Sekarang, saya sudah tidak lagi menjabat sebagai pengurus. Rasa- rasanya malas sekali untuk sekedar setor muka ke kawan – kawan yang masih menetap disana. Saya rindu semua hal yang ada di HMI. Yang tersisa disaya hanyalah untuk selalu menjadi kader yang sesuai dengan tujuan HMI. Saya berusaha untuk itu. Yakin Usaha Sampai! Semoga semuanya terwujud