Ketika Pilihan Kita Berbeda, Tetapi Pertemanan Lebih Utama


Berteman itu salah satu bagian dari proses hidup yang sangat menyenangkan. Ada teman yang sudah pergi, ada teman yang masih ada, tetapi akan ada masa dimana kita berpikir bahwa pertemanan itu suatu hal yang paling asyik ketika menjalani proses hidup. Karena duka dan suka selalu ada didalam bingkai perkawanan dengan segala masalahnya. 

"Siapapun Gubernurnya,lapang dada dan yang pasti kita tetep jadi temen kan?" 
Tanya kawan  di Blackberry Massanger pada Kamis (16/2)

Tulisan diatas berawal ketika saya menulis status di blackberry massanger (BBM), ketika itu saya menulis bahwa situs KPU sedang diretas dan diserang oleh ancaman hacker. Teman saya langsung menanggapi dengan cacian, kalau saya itu lebih percaya hoax. 

"Lang masih aja lo ke cuci otak, percaya hoax sampah gitu" Tanggap teman saya. 

Setelah itu dia juga bilang kalau siapapun pemenang Gubernur DKI Jakarta, saya disuruh berpikir normal. Akhirnya perdebatan dimulai dengan santai.  Saya dan dia meramu obrolan dari bicara birokrasi sampai hal yang paling sakral. Teman saya membela pak ahok. Dia melucuti saya dengan alasan -alasan irasional. Saya buka perdebatan dengan kasus personal, sakral sampai berakibat ke area kebijakan komunal.

Dia sempat berkata, bahwa ahok sudah merubah birokrasi di pemda dki. Itu saya setuju. Karena saya pernah rasakan dialog dengan petugas dipemda dki. Akhirnya, alasan saya menolak ahok saya kerucutkan ke wilayah personal. Akhirnya, perdebatan saya dengan dia berlangsung sengit dan agak 'baper' dikit. Pergulatan dialog kami, menjurus kemana saja. dari rasialis ke agamis.

Saya sempat ingatkan dia tentang percaya tuhan atau tidak. Saya berikan pertanyaan kalau harus pilih tuhan atau ahok. Dia lebih memilih pilih ahok secara politik tapi tetap percaya tuhan. saya gulirkan pernyataan bahwa jika mau percaya tuhan percaya juga kitab-kitabnya. Karena di kitabnya itu adalah omongan dari Allah swt. Ketika harus percaya sama tuhan, ya harus percaya sama kitabnya. 

Dia tetap memisahkan politik dan agama, akhirnya kita berdua ini sudah mulai tidak baik dalam rangka perkawanan, akhirnya saya tegaskan lagi. 

"Kita masih temenan kan?" Tulis saya. 

Dia juga menanggapi dengan penuh canda, bahwa dia tidak ingin terpecah belah soal pertemanan hanya karena beda pilihan politik. Aahirnya, demi pertemanan, saya berinisiasi untuk bertanya soal kabar keluarga dan sebagainya. Akhirnya, teman saya berujar kalau dia berterima kasih dengan saya, karena sudah mengingatkan. 

Walau saya sudah berdebat soal pilihan politik, saya merasa senang karena teman saya ini lebih tau mana yang lebih prima, teman atau politik. Karena kami kawan lama, kami harus tetap menjaga hubungan ini sampai waktu yang tidak ditentukan. Hehe

Saya mau bercerita sedikit soal teman saya ini .. 

Teman saya ini bernama Vanisa, dia adalah teman saya sewaktu SMA di kawasan pusat jakarta. Dia teman saya yang tidak begitu dekat tidak begitu jauh, ya sedang - sedang aja. Tapi vanisa mempunyai satu mantan pacar berkah upaya saya mendekatkannya. Tapi itu dulu, dia sekarang sudah bersuami dan mempunyai dua orang anak. Kisah setelah sekolah, dia kabarnya masuk Universitas Trisakti lalu pindah ke London School, sampai saat ini saya tidak tau dia telah lulus atau belum. 

Terakhir saya bertemu tahun dua ribu lima belas, ketika itu dia sempat meminta bantuan kepada saya soal keluarga tapi sudah selesai dan saya cukup senang bisa membantu dia, sekarang sudah lama tidak berkabar, hanya ketika lebaran, saat itu dia ucapkan personal melalui pesan di blackberry massanger. 

Itulah sedikit cerita tentang teman saya ini, tidak terlalu istimewa tetapi dia salah satu teman baik saya ketika saya baru masuk ke SMA. Saya sangat senang walau saya berdebat dengan dia, dia masih menghargai saya sebagai teman yang baik.