Dituduh Sebagai Penulis Cerita


"Rasanya kamu memiliki naluri menghibur yang baik. Dalam pertemanan mungkin kamu termasuk yang kerap diharapkan kehadirannya, karena bisa menambah meriah suasana" tulis disitus yellowcabin.com terkait hasil tebakan tentang karakter sebagai penulis. 

Photo from www.yellowcabin.com
Ketika membuka tulisan demi tulisan di situs yellowcabin.com, saya menemukan halaman yang kuis menebak seorang penulis dalam karakter menulisnya. Bagi saya ini sangat tidak masuk akal, karena yang beginian tuh sifatnya relatif dan tidak memiliki tingkat keakuratan yang mendalam, dan terlalu mengada-ada, karena hanya menebak. tidak inheren dan algoritma genetik dalam kecerdasan buatan untuk menerkam emosi seseorang sangat rancu. 

Didalam kuis tersebut, kita disuruh memilih tiga opsi, saya memilih berdasarkan apa yang saya suka, dari jenis minuman, film serta mode. Memang ini terlalu intimidatif sekali, karena kita hanya dibatasi dengan tiga opsi, kenapa tidak banyak dipilih opsi, tapi itu mah terserah si pembuat konten. Hehehe. Masa kalah sama ujian anak sekolah, di ujian anak sekolah aja ada lima opsi. 

Pilihan saya tidak terlalu mengecewakan, kemungkinan pilihan itu jujur sekali dari apa yang saya suka dengan isi opsinya. Tahukan kalian? Bahwa saya didaulat di hasil kuis tersebut sebagai Penulis Cerita! (apakah anda kaget atau biasa saja?) Ah, itu mah terserah situ. Tapi jujur ini seperti jawaban yang mengada- ada. Saya bukan tipe yang seperti itu.

Bahkan di deskripsi hasil dari kuis tersebut, saya disuruh memperbanyak referensi dari fiksi sampai non-fiksi. Dimana - mana, semua penulis itu ya modalnya membaca. Tapi, jujur saja, untuk urusan bacaan fiksi saya tidak terlalu tertarik. Dari sekian tahun baca buku, yang genrenya fiksi cuma buku Dilan yang di baca. 

Saya sebenarnya tidak suka dengan karya berbentuk novel, kecuali novel itu membuat saya tertarik membaca karena adanya beberapa pihak yang merekomendasi, tapi saya kebanyakan membaca karya - karya yang bergenre non-fiksi. Saya kadang suka ada masalah dengan pengaturan plot, dan kurang jernih kalau menulis dengan genre fiksi. Mungkin kalau membaca terkadang saya membaca tapi untuk menulis saya tidak terlalu pakar lagipula agak susah dan imajiner sekali. 

Tapi bukan berarti saya membenci untuk menulis fiksi atau membaca karya yang bersifat fiksi, ini hanya masalah waktu, kali aja saya mendapat hikmah atau ada tuntutan untuk menulis tentang fiksi, bisa saja semua jadi berbalik 180 derajat. Mengenai bercerita, ya saya suka menulis yang lebih kearah pengalaman, berbagi sesuatu hal dengan pasca - pasca kejadian lebih meresahkan keadaan dengan opini - opini dan kadang ada ide - ide yang menjawab agar keresahan saya bisa dibungkus dengan sebuah solusi. (ada tulisan yang begitu, tapi sedikit).

Karena, saya terinspirasi dari berbagai penulis siapapun yang memang bercerita tentang keresahan tentang keseharian, pekerjaan, asmara dan sebagainya. Karena dengan berbagi keresahan, ditulisan itu ada hasil - hasil elaborasi pemikiran penulis dan pembaca dibuat peka ketika membaca itu lalu ada buah karya dari penulis tersebut. Mungkin ada yang lebih paham tentang ini, tapi begitulah menurut saya, mungkin nanti akan ada tambahan lagi seiring bertambahnya kesadaran dalam wawasan saya tentang hal tersebut. Karena, pemikiran kita terkadang bisa berubah - ubah. 

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Noted : YellowCabin adalah situs yang membahas tentang komunikasi, media, jurnalistik, kehumasan, dan periklanan. Selain berbagi catatan dan belajar bersama, situs ini juga dikelola untuk berjejaring dan membangun komunitas pembaca yang memiliki minat terhadap dunia ilmu dan praktik komunikasi. Kalian Bisa kunjungi situsnya di www.yellowcabin.com











Kini, Reunian Sudah Tidak Lagi Misterius





Photo/Illustration huffingtonpost.com
Terkadang, disaat kita masih menginjak bangku sekolah maupun kuliah. Kita terlibat dalam obrolan yang membahas masa depan. Bicara pekerjaan, rumah tangga dan kondisi kita. Disaat dulu, kita masih sering bertemu, bermain dan menghabiskan waktu dengan hal – hal yang tidak penting. Tapi disaat itu pula, kita sebagai manusia mendapatkan hal – hal yang berbeda. Dari hal yang sifatnya jenaka sampai serius.

Saya percaya betul apa yang dikatakan sama mbak Ainun, bahwa berteman itu memiliki kadaluarsa. Karena proses perkembangan kita akan berbeda dan ketika kita bertemu kadang obrolan kita sudah tidak nyambung, paling tidak kita berbicara tentang masa lalu. Tidak tahu kenapa? Saya juga kadang merasa demikian loh. Ketika bertemu teman sekolah, kita hanya berbicara masa lalu dan hanya pertanyaan masalah karir, cinta dan apa yang sudah kita miliki. 

Tapi ada juga sih, yang sebaliknya itupun kalau memang orang itu mempunyai daya pengetahuan yang luas, apa saja obrolannya bisa nyambung. Hanya sedikit. Apalagi kalau teman lama sering menebar fotonya di social media, dia kerja dimana, berasmara dengan siapa, kehidupanya bagaimana, semuanya seolah sudah terangkum di social media. Apalagi seperti facebook, twitter maupun di path. 

Mau nanya soal karir, kita sudah tahu karena dia juga sering berbagi di social media, mau nanya apapun seolah sudah tinggal meneruskan apa yang sudah dia lakukan. Kecuali, teman yang tidak main atau jarang bermain social media, seolah kita tidak tahu apa – apa tentang dia, mau nanya apapun jadinya bebas, kalau kita bertemu dimana atau lagi ngopi bareng.

Reunian serasa tidak asyik lagi sekarang , karena misinya sudah berbeda dan hanya sebatas mempererat tali silaturahmi dan tidak semisterius dahulu, karena banyak hal yang mengejutkan ketika reunian, ada yang begini ada yang begitu, disaat sekolah culun pas reunian dia datang dengan hal – hal yang tidak terduga, misalnya sudah punya istri 3 dan semuanya dibawa atau dia sudah punya mobil lamborgini, atau dia banting setir yang dulunya nakal menjadi ustad atau ustadzah atau mereka ada yang menjadi pemikir atau banyak sekali yang diluar dugaan. 

Tapi sekali lagi, sekarang sudah tidak asik lagi. Semuanya sudah terangkum di social media. Tapi tidak apa – apa , karena semuanya hanya masalah waktu, mungkin inilah reuni masa kini

Berburu Artefak Musik Di Pasar Bersama SUBstore


Photo/Illustration Michael Timothy [freemagz]
Bincang Singkat dengan Andhika Faisal,Co-Founder Substore di Tokyo

Substore adalah sebuah gerai yang menjual beragam piringan hitam, buku –buku, t-shirt dan pernak – pernik yang berhubungan dengan music. Nama Substore sendiri berakronim dari Small-Unique-Bookstore. Gerai yang dididirikan oleh pasangan Intan Anggita dan Arya Anggadwipa ini sangat rasa jepang sekali, karena menurut pengakuan dari Co-Founder Andhika Faisal, salah satu pemilik substore ini, vinyl dan item-item yang ada di substore langsung di kirim dari jepang, jadi wajar saja kalau gerai ini sangat bernuansa jepang. 

Semua item baru maupun yang 2nd hand sengaja didatangkan langsung dari jepang karena Andhika Faisal memang tinggal dan bekerja di Tokyo. Substore juga sudah melebarkan sayap selain di Jakarta, gerai tersebut sudah memasuki bandung dan bali. Dalam blognya, intan anggita menuliskan bahwa intan ingin berjualan barang – barang yang dia suka, barang – barang bekas yang terkurasi dan rilisan fisik musik bersama Arya dan Andhika. 

Simak obroloan singkat saya bersama Andhika Faisal pada rabu malam [20/1/2016] melalui jejaring social facebook.


Hai, Substore?

Halo juga gilang!

Ini posisi substore dimana yah?

Di Jakarta, Bandung dan Bali

ini punya Intan Anggita bukan yah?

Yup betul.

Berkelas punya yah, yakin bakal bertahan lama yah ini substore? karena kan banyak toko yang tutup

Berkelas sih nggak juga, Gilang. Kita mulai dari scratch banget dari bawah sekali. kalo banyak toko yang tutup itu mungkin karena terlalu berkelas, berharap banyak & gampang menyerah saja. ( saya rasa)

Iya, toko kaset aja udah punah beberapa, tapi emang visinya apa sih kok disaat udah era digital, kok masih berani buat buka substore? Punya kelas konsumennya sendiri mungkin yah.

Iya, bisa diibaratkan, sekarang jaman mobil automatic- tapi yg main VW atau motor-motor tua pun masih banyak. ada yang emang sok keren tapi ada juga yang memang suka atau hobi.

visi kita sih simple sekali, kita sebagai penyeimbang konsumen saja. kita provide musik yg bagus dengan media analog.

Gue suka pernyataan yang "sok keren", mungkin kalau yang suka mah emang yang adiksi banget ya sama vinyl, ada gitu yah yang sok keren buat dengerin vinyl. Emang semua musik ada yah di sana?

Ya, yang sok keren itu biasanya yang selalu nggak bertahan lama, seperti kutu loncat, Nggak punya karakter atau kepribadian. Karena kalo kita build sesuatu atau hobi dari "akar" nya, kita pasti bisa menghargai dan bisa share ke orang lain dengan tulus & plong. sama seperti musik atau band.

Saya ketemu orang-orang yang memang bisa dibilang adiksi dengan vinyl atau rilisan-rilisan fisik analog, Mereka itu sangat "deep" sekali. Sampai saya geleng-geleng, tapi ya tugas kita untuk memprovide kebutuhan-kebuthan mereka. Dan kita juga memprovide anak-anak muda baru, hingga anak yang sok-sokan juga.

Gue sangat menghargai dengan adanya substore, walapun gue belum mampu beli vinyl disana

Terima kasih banyak gilang.

Iya tapi semoga aja mereka yang sok-sokan bisa kembali kejalan yang benar dan benar-benar beruntung bagi mereka yang udah bisa mandiri beli vinyl.

Karena kita jalanin substore itu ya nothing to lose juga, seperti air mengalir aja. Ngga dibuat-buat atau di "keren2" in, atau ngikutin-ngikutin apalah, jadi ya emang gitu aja.

Apa substore mensponsori band atau hal lain yang berhubungan dengan musik?

kalo mensponsori sih belum ya. Tapi kita seringnya "support" musisi-musisi, khususnya bagi mereka yg bagus cuma mungkin kurang dana. Kita support mereka bisa main live di area kita, signing session atau kasih kesempatan mereka untuk jual CD di tempat kita dengan konsinyasi rendah bahkan zero kadang-kadang.

Band apa aja kalau boleh tau? Main live dipasar santa yah? dicovernya baru area jakarta aja?

Band-bandnya banyak sekali, Gilang, Intan itu tuh yg tau detailnya. Dari 2 tahunan-an yang lalu. Namanya aneh-aneh soalnya. Iya dulu sering live di pasar santa, depan toko kita. kita yg di bandung juga sering bikin acara, di pasar cikapundung. di bali juga baru 1 kali pas pembukaan kemarin,

Saya tidak kenal intan, tapi saya secret admirer dia, sejak saya liat dia nyanyi sama the kucruts di jaya pub. Dia punya selera musik yang bagus. Semoga bisa dicover di semua cabang substore yah, ini saya lagui chitchat sama siapa yah?

Oh gitu..hahaha! ok ok! iya semoga selalu bisa support band-band local yang membutuhkan wadah untuk bermain musik, jual karya, ngobrol dgn fans sampai tukar pikiran.

ini saya Andhika. co-foundernya SUBstore juga bareng Intan & Aria. tapi saya yang di tokyo.

Udah sampai tokyo apa memang induknya disana? Bagaimana komparasi di jepang sama di indonesia untuk penjualannya mas Andika.

Tokyo bukan induknya. saya disini sebagai buyer dept, nya. saya yg purchase utk item-item substore. saya kurasikan disini, lalu kita kirim ke substore-substore di Indonesia. Kalo di tokyo sendiri kita nggak jualan.

Oh bukan induknya, kenapa harus beli item-item substore darisana mas? itu untuk semua musik ya mas belinya darisana?

iya, jadi hampir semua barang-barang substore itu berasal dari tokyo. Selain kondisinya masih bagus, pilihannya juga cukup banyak dan harganya masih terjangkau utk pasaran di indonesia.

Untuk pembelian apapun ya mas? kalau untuk vinylnya sendiri mas? semua dari sana juga atau memang bagaimana mas?

Iya kebanyakan vinyl. Tapi ada buku2 related dengan musik juga, atau CD juga.

Terima kasih mas Andika untuk bisa berbagi sama saya mas, Semoga substore umurnya panjang yah mas.

Terima kasih banyak Gilang!


Photo/Illustration Michael Timothy [freemagz]
Sekedar informasi, kalau kalian ingin berburu artefak music ke substore di Jakarta, kalian bisa ke  Lantai 2 Blok A Kebayoran Baru, Ps. Santa, Jl. Wolter Monginsidi, DKI Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12170, Indonesia.

Sayonara, Adicita Masyarakat Indonesia

Semangat kesatuan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara sangat menggebu – gebu bilamana ada sebuah masalah yang menendang sisi nasionalisnya. Semua menjadi latah dan tiba – tiba menyuarakan dengan sombongnya jika itu adalah pembelaan negara dalam rangkum nasionalisme.

Saya jadi ingat tulisan dari seorang teman, bahwa ia menulis kalau semua hal terkadang ada masa kadaluarsanya. Seperti halnya, cinta, kerja, dan apapun itu. Dalam sebuah cita – cita bangsa, masyarakat sudah mempunyai prioritas yang berbeda. Generasi yang baru sadar, sangat semangat mengkritisi kondisi bangsa, generasi yang sudah sadar akan ada kemungkinan sudah malas berjuang untuk mengkritisi kondisi bangsa. Mungkin mereka sudah mempunyai prioritas yang berbeda.

Dalam 98’, semua masyarakat mempunyai musuh bersama, semua menjadi satu, semua berkumpul untuk meraih perubahan. Menggulingkan presiden soeharto dan meraih reformasi serta merapihkan kondisi yang carut marut menjadi satu kesatuan utuh lagi. 

Sekarang, bukan saya mengucilkan gerakan – gerakan yang mengkritisi pemerintah, tapi mereka berjuang dengan ragam latar belakang. Jika aktivis lingkungan, mereka akan bersentuhan dengan masalah – masalah lingkungan. Jika aktivis politik, mereka akan mengkritisi kebijakan pemerintah. Begitu seterusnya, aktivis – aktivis yang lain. 

Kadang saya, suka melihat orang yang berdemonstrasi seakan seperti main – main, mereka berjuang sementara disekeliling mereka ada yang membuka lahan bisnis, ada yang hanya jadi penonton lewat kendaraan, ada yang terburu – buru demi pekerjaan. Ini ironis sekali, mereka yang berjuang tidak didukung oleh yang lain, bahkan mereka yang demonstrasi di cela dan dicaci seakan – akan tindakan mereka merugikan.

Kami Berdialog Saling Berkontemplasi

"Melukai, dilukai, kalah dan menang, itulah saripati hidup para pejuang" Pramoedya Ananta Toer 

Hingga detik ini, saya belum merasakan apa itu yang dimaksud dengan sukses secara utuh, secara garis besar yang tampak hanyalah sesuatu yang masih misterius. Saya hanya menerka bahwa paradigma tentang kesuksesan hidup seseorang disakralkan oleh sesuatu yang tampak atau agak sedikit matrealistis. Saya telah banyak memahami isi dari buku - buku yang berbicara tentang sukses. Ada yang isinya diluar dugaan, ada juga yang isinya sudah pasaran. Begitulah. 

Sampai ketika saya bertemu dengan seorang teman, kami berbincang masalah tentang kesuksesan ini. Kami berbicara tentang nasib teman dan bagaimana langkah kita kedepan. Bahkan, ketika bicara tentang teman yang sudah mapan secara finansial. Kami sedikit agak tersisih secara perlahan. Bahwa kita sadar, kita belum bisa seperti mereka. Saya secara pribadi diharuskan untuk sabar, karena perjuangan dalam meraih cita masih panjang. 

Kami merasakan sedih, bukan sedih mendramatisir keadaan tapi sedih ketika mereka yang sudah diberikan kesempatan lebih dulu memperkaya syukur dan amal tetapi tidak menjalankan amal - amal sosial yang seharusnya dilakukan dari manusia ke manusia. Obrolan kami, hanya seputar itu. Komparasi dan merenung dengan siasat untuk meracik apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara mendapatkannya. 

Ketika saya sedang berkontemplasi (merenung), teman berujar dengan sangat haru, dia bilang bahwa kita tidak harus menerima ini, tetapi berjuang dan berjuang. Berjuang adalah sebuah kata tetapi proses realitanya membutuhkan kesabaran yang begitu maha dan dibumbui air mata, berkorban waktu demi apapun. Begitulah kita, saya dan dia bertemu selalu berbicara akan jadi apa kita selanjutnya dan seperti apa kita nanti. 


Kami mengejar rasa penasaran tentang masa depan, kami penasaran akan jadi apa kita nanti, saya sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa semua membutuhkan sesuatu yang berkaitan dengan tuhan. Kami berpikir positif dengan kondisi saat ini, akan ada masanya tuhan memberikan kesempatan.