The phenomenon of social media


Fenomena kondisi social saat ini sangatlah menarik untuk di bahas. Apalagi untuk masalah anak muda – mudi yang kompleks dalam melakukan aktivitas yang narsisis. Hampir dalam satu decade ini, social media terus bermunculan dengan segala fiturnya. Sosial media sudah merubah cara komunikasi. Bahwa menurut teori determinasi teknologi, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kita yang membuat peralatan untuk komunikasi, kita juga yang dipengaruhi olehnya. Sangat sahih untuk realitas yang kini dirasakan oleh semua pihak.

Membludaknya media social di ranah maya membuat individu harus menunjukan eksistensinya, dari Friendster, facebook, twitter, google +, linkedin, blog, path dan sebagainya. Hampir setiap pengguna yang merasakan pelayanan dari media social itu merasa puas. Dengan media itu apa yang ingin kita bagikan jadi tersalurkan apalagi mendapat perhatian dari banyak orang yang melihat apa yang kita bagi.

Dari sebagian media social yang sudah diketahui publik, Facebook dan Twitter menduduki peringat teratas. Penggunanya sangat dominan sekali di bumi manusia ini. Bahkan menurut gue sendiri, Facebook sudah tidak bisa dikalahkan oleh media social apapun. Twitter hanya menguntit dibelakang Facebook. Jika ada media social yang mempunyai fitur berbeda, Facebook juga akan mengakuisisinya atau menduplikasi. Walau Path sedang “Hot” tetap saja penggunanya masih bergumul di social media yang didirak oleh Mark Zuckerberg itu.

Rekam Jejak Media Sosial “Gue”

Media social yang gue pakai jasanya pertama kali itu Friendster, pada saat itu sangat terbatas dan hanya mengandalkan komentar di profil kita. Selebihnya gue lupa fitur apa saja yang ada disana. Tapi, waktu dalam lingkup gue, hampir pemudanya berlagak di media social Friendster dengan sok emo, sok indie dan sok yang lainnya.

Setelah era Friendster lenyap, hampir di waktu yang bersamaan rezim Facebook tiba pada 09’an, gue langsung eksodus ke Facebook. Waktu itu gue lagi gemar sekali buat main di “Warung Internet” hampir intens untuk menggodok Facebook. Mencari teman, teman lama, teman baru dan lainnya. Waktu itu, facebook sulit sekali untuk dibuat karena harus menggunakan penambahan untuk menjadi pengguna dengan lewat Yahoo sebagai perantara.

Tapi selang beberapa tahun, teman lama gue muncul dan saling berbagi kabar, teman baru hadir dan saling bercerita tentang hal ini dan itu. Facebook waktu itu memonopoli hampir social media. Karena sifatnya kan “social network”. Berbeda dengan blog, multiply dan wordpress. Facebook hadir dengan segala fiturnya yang mutakhir, berafiliasi dengan games sampai membuat adiktif para penggunanya untuk bermain game di facebook.

Selama gue berselancar di dunia maya, ada beberapa bacaan yang membuat gue tertarik untuk bergabung ke Twitter. Kelebihannya, ada beberapa artis idola yang bisa kit abaca langsung aktivitasnya. Ini pula yang membunuh layanan berbayar. Waktu itu sering kita liat di tivi dengan “Ketik Reg spasi blab bla bla”. Di twitter juga berkesempatan untuk bisa nonton band/artis luar negeri dan local. Karena waktu itu gue sering ikut kuis di twitter. Bahkan, google + hadir dengan ada ancaman akan melengserkan twitter dan facebook kala itu. Tetap aja gak bisa mengalahkan facebook dan twitter. Lalu hampir apapun situs yang ada log in pasti bisa masuk lewat twitter atau facebook.

Di kehidupan maya khususnya di facebook dan twitter banyak sekali penyimpangan dari para pengguna. Bahkan tipe – tipe pengguna social media sudah ada ciri – cirinya saking banyak keanehan yang dibuat oleh para pengguna. Bahkan menjalar ke media social baru, Path!

Gue Benci Kehidupan di Path!

Path! Pernah dengerkan atau lu pernah liat temen lu berbagai dengan embel – embel path di twitter atau facebook. Path hanya tersedia di Ios dan Android. Penggunanya pun banyak sekali di Indonesia. Saking, penggunannya banyak di Indonesia. Path pun diakuisisi oleh pengusaha kenamaan di Indonesia. Jadi, kalau ada temen lu yang punya path berarti dia menggunakan Smarthphone. Sederhana aja sih.

Gue juga termasuk pengguna path semenjak punya android! Hehehe. Bencinya gue kenapa sama rakyat di path? Gue Cuma benci sama pengguna yang suka umbar makanan, hal yang gak penting di publish demi eksistensi, bahkan hal lainnya yang oversharing.

Itu orang yang suka umbar makanan gak mikir ya, kalau ada orang yang lagi puasa senin kamis gimana? Kalau ada yang belum makan terus gak punya duit gimana? Sama aja dia menari diatas penderitaan orang lain. Tega banget kalau itu terjadi sama gue. Untungnya belum. Hehehe. Benci aja gue sama kelakuan oversharing temen – temen gue di path. Gue pun gak senada dengan alam bawah sadar. Gue tahu kalau gue benci dan kenapa gue masih jadi anak path! Tapi gue bukan tipe yang oversharing.


Kalian Bukan Saksi Sejarah Yang Sahih

Pernah bertemu dengan seorang fan sepakbola yang fanatik? Pasti pernah yah. Iya gue juga kok. Sebenarnya sih bukan fanatik, tapi sok fanatik menurut gue. Udah biasa kalau yang namanya fan idola, jika idolanya di ejek dikit pasti itu fan marah. Ada deh yang begitu. Jadi, ada beberapa hal yang paling gue benci dari sikap seorang fan. Bukan masalah chaos. Tapi ini sebuah pernyataan yang gak masuk akal aja menurut gue. Kalau masalah chaos sih, menurut gue udah biasa. Itu memang dinamika di dunia sepakbola termasuk jika seorang fan di ejek idolanya pasti marah. 

Jadi waktu itu, gue menemukan sebuah twit di akun fans sepak bola. Akun itu memang akun yang dikhususkan untuk info sepak bola oleh klb tertentu. Akun itu salah satu akun fanbase di kampus gue. Waktu itu sedang twit tentang sejarah kelah di dunia sepakbola. Ada tragedi yang merenggut banyak nyawa pada waktu itu. Sekitar era 80'an tragedi itu terjadi, klub yang terlibat adalah klub di eropa sana. Jadi, akun itu twit tentang sejarah. Mereka adalah fans masa kini yang berbicara sejarah. Tetapi seolah - olah mereka merasakan kejadian tragedi itu. 

Kosa kata yang disajikan juga "Kami". Gue sih setuju aja, kalau kata "kami" itu dipakai buat mendukung tim di era sekarang, karena gue tau betul usia para admin yang sedang twit tentang sejarah itu. Kira - kira begini. 


Gimana menurut lu? Kalau lu bagian dari Juventini atau Liverpuldlian (bener gak sih?) pasti sah - sah aja jika yang menjadi fans itu udah uzur (Waktu pas tragedi lu hidup di jaman itu). Paling sahih kalau lu itu benar - benar ada disana di stadion heysel, belgia. Nah, boleh dah lu twit kaya gitu. Udah beda jaman tapi pakai kata yang "jamak". Gue ketawa liat itu twit. 

Kalau mau menceritakan sejarah ya hilangin kata "kami". Kalau yang twit orang italia sih wajar apalagi dia juga menjadi saksi sejarah. Lah ini, udah lahir di era del piero cs. Malah sok - sok'an pernah merasakan tragedi itu. Inilah betapa lucunya fan sepak bola indonesia. Fanatisme mulai menjalar ke berbagai individu lewat individu lainnnya. 

Sekali lagi, menurut gue ini adalah hal yang gak masuk akal. Gue ngerti apa yang mereka ingin sampaikan. Mereka sudah bagus untuk bercerita, admin akun itu menceritakan pengorbanan fans juventus Secara jamak di berbagai dunia. Tapi ini seolah - olah mereka juga merasakan penderitaan. Bercerita aja, jangan seolah - olah ada di masa itu. Gue lebih suka itu. 



Mengapa Nama Mereka Tidak Masuk Jajaran Pencipta Lagu?

Setelah sempat mengenang majalah kondang rollingstone, saya jadi ingin menghampiri halaman per halaman lagi setelah melihat edisi februari 2014 ini yang berbicara tentang para pencipta lagu terbaik di jagad indonesia. Dari kesekian  pencipta lagu yang ada di jajaran majalah rollingstone. Ada pencipta lagu idaman saya tetapi tidak masuk dalam list di majalah rollingstone. 

Di edisi februari 2014 ini memang sangat menarik sekali temanya. Pencipta lagu juga merupakan ujung tombak dari lahirnya lagu yang bagus dan lirik yang baik. Ada beberapa nama terbaik juga seperti Ismail Marzuki, Gombloh, Titiek Puspa. Itu untuk generasi yang lebih tua. Untuk generasi yang saya alami masih ada Achmad Dani, Erros Chandra, Iwan Fals, Ariel "Noah", Pongki Barata, Piyu dan masih banyak lagi. Sementara untuk kalangan indie masih diselamatkan oleh Cholil "Efek Rumah Kaca", Ade Paloh "Sore" yang sempat berkibar di grup band retropolis Sore. 

Untuk klan indie memang seharusnya harus diapresiasi juga beragam karyanya, Coba kita liat dari Efek Rumah Kaca, publik dibuat bertekuk lutuh oleh lagu - lagu yang ada di Efek rumah Kaca. "Jalang", "Belanja Terus Sampai Mati', "Kamar Gelap", "Hujan Jangan Marah" adalah sebagian lagu efek rumah kaca yang diminati oleh kalangan indie. Juga ada Sore yang lagu - lagunya juga cukup lumayan untuk didengar,  Band Sore yang di gawangi Ade Paloh ini merangsak jauh ke telinga pendengar dengan sajian lagu khas medio 50'an - 70'an.


Edisi Februari 2014 Majalah RollingStone Indonesia 

Gue sebenarnya kaget juga, ketika lihat di edisi sekarang tidak ada nama Jimi Multhazam yang masuk dalam list '100 pencipta lagu terbaik Indonesia". Padahal bisa diakui oleh legiun di majalah tersebut kalau kualitas Jimi ini lebih baik. Dari berbagai band yang dia geluti, seperti The Upstairs, Morfem, Bequiet dan Morvoids. Hampir semuanya bagus menurut gue. The Upstairs biar beraliran New Wave begitu, sempat mendapat testimoni dari Tom Delonge "Blink 182" di kanal My Space The Upstairs. Dan juga mereka memiliki lirik - lirik yang sangat implisit. Itu yang menjadi nilai jual mereka juga. 

Bahkam di Morfem, saya melihatnya juga berbeda. Dengan Jim mempunyai tagline "Jangan tanya Genre dengan Morfem" band tersebut juga memiliki lirik - lirik yang berbeda dari band biasanya. Gue akui sih, kalau bicara lirik - lirik di band indie itu banyak sekali yang bagus dan membuat stimulus kita naik. Hahaha. Gue pernah begitu, karena gue juga baca dan denger lirik - lirik dari Band Hip Hop asal Bandung 'Homicide" yang mati karirnya pada 2007 Silam. 

Selain Jimi Multhazam, Arian 13 "Seringai" dan Ucok "Homicide" seharusnya juga ada di daftar "1000 Pencipta lagu terbaik Indonesia". Mereka para buruh tulis yang ada di majalah di rollingstone juga mungkin sadar karena dua orang yang saya sebut diatas punyai kualitas menciptakan lirik yang bagus. Waktu saya pernah datang ke rollingstone, ada acara "workshop tentang lirik" dihadiri oleh Wendi Putranto, Deni Sakrie dan salah satunya juga ada Arian 13. Ini membuktikan kalau Arian 13 cocok untuk masuk hitungan di "100 pencipta lagu indonesia terbaik". 

Ucok "Homicide" juga demikian, dia patut diapresiasi juga lirik - lirik yang sudah dia ciptakan di "Homicide". Lirik - lirik yang tercampur antara bahasa intelektual dan terminal itu banyak juga di sambangi oleh para pendengar lagu yang budiman. Bahkan, gue pernah melihat acara "Workshop tentang lirik Indonesia" di Citos Cilandak pada tahun 11'an dengan Ucok "Homicide" sebagai salah satu nara sumber. Mantan Anggota Partai Rakyat Demokratik yang berhaluan Sosialis - Demokrat ini seharusnya juga ada di deretan  "100 Pencipta lagu Indonesia Terbaik". Ucok juga bukan orang sembarangan, dia juga dipercaya membuat logo "Noah" yang bermetamorfosis dari Peterpan. 

Dari ketiga nama itu, menurut saya mereka juga relevan untuk masuk di jajaran 100 pencpta lagu terbaik. Kalau masalahnya dari "Lagu" (Aransemen, Materi Lirik, Musik) mungkin ketiga nama itu bisa di bilang gugur semenjana karena belum tentu kalau kita bicara "Lagu" mereka yang buat sepenuhnya. Tapi mereka Jimi Multhazam, Arian 13 dan Ucok "Homicide" punya selara musik yang berbeda dan bagus. Untuk masalah lirik saya percaya mereka tetapi untuk masalah musik dan aransemen lainnya mungkin mereka tidak serta merta berkontribusi. Jadi wajar saja nama mereka tidak ada di "100 pencipta lagu indonesia terbaik" kalau namanya "100 pencipta lirik indonesia" mungkin nama mereka masuk deretan di majalah rolllingstone indonesia. Hehehe. 

Ingin Bernostalgia Lagi Dengan Acara "Release Party"


Hai blogspot. Walaupun mood gue lagi gak asik, gue tetap mau berusaha nulis dan berbagi dengan apa yang gue rasain nih. Hehehe. Baru menjelang tidur tadi malam, gue ngerasa ada aktifitas yang gue dulu sering jalanin, sekarang malah kangen mau kembali ke masa - masa itu. Haha. Sekarang kesibukan gue ini gak nentu, tentatif lah. Bukan sibuk tapi sok sibuk malah iya. Gue sekarang - sekarang ini sering nonton interview atau band di kanal youtube pakai hape gue. Gue mencoba membuka beberapa kanal yang ada video band yang gue suka. Banyak video band yang live yang gue tonton juga. Gue jadi kangen nonton band nih. 

Waktu sekitar tahun 10'-11'an. Ya udah satu tahun lah. Gue sering dateng ke acara release party. Acara itu biasanya diadakan sebulan sekali oleh majalah rollingstone. Biasanya band yang ada disana kece - kece. Rata - rata bukan kelas arus utama. Perkenalan gue dengan acara itu memang gak sengaja. Teman kampus gue ngajak nonton band indie jakarta. "lang, ada acara band  di kafe rolling stone nih" kata teman gue. Waktu itu, gue bertiga di teras depan rumah teman. Gue pun langsung memaksa para teman gue ini untuk hadir ke acara tersebut. Gue kira ini acara gratis. Gak taunya ini bayar, tapi walaupun bayar cukup puas karena lu bisa dapet majalah edisi terbaru dari rollingstone. 

Singkat cerita, setelah beromantika dengan para band indie jakarta itu. Gue sempat bertemu sama pentolan superman is dead. Jujur aja, norak pun masih langganan pada waktu itu walau sekarang masih sama aja tingkat kenora'annya, Hehe. Semalaman penuh rasa hepi karena punya tongkrongan baru. Gue jadi ikut perkembangan tentang majalah itu, sebenarnya gue jadi lebih suka majalah rollingstone karena ada salah dua penulis/wartawan rollingstone idola gue. Jadinya, gue tambah suka. Setelah pasca hari pertama gue nonton acara release party, gue buka timeline di twitter. Gak taunya, salah satu punggawa rollingstone ingin memberikan majalah gratis bagi siapa yang cepat kirim e-mail subcribe. Gue pun dengan lantang langsung kirim. 

Selang beberapa hari, alhasil, gue dapat gratisan tiga bulan majalah rollingstone. Nah, dari situ gue mulai kenal dengan habitat yang ada di rollingstone. Hampir semua penulisnya gue tau. Malah, pernah pada waktu itu. Ada kuis gratis buat dapat tiket linkin park. Pertanyaanya sih pasti dari majalah edisi terbaru. Ibarat kisi - kisinya kalau mau ujian.  Gue pun udah siap - siap otak atik itu majalah.  Bener juga, pas sesi pertanyaan. Ditanya "siapa nama penulis yang menulis tentang feature konser ini? (sambil menunjuk ke arah gambar)" Ujar soleh solihun yang kala itu membawakan acara. Tadinya bukan gue yang jawab, ada orang yang mau jawab tapi kurang tepat pas sebut nama penulisnya. Gue pun hanya membenarkan nama belakangnya aja  "Reno Nismara nama penulisnya". Jawab Gue, Langsung dapet tiket gratis linkin park setelah jawab pertanyaan itu. Beruntung yah gue. Hehehe. 

Banyak kisah sih sewaktu gue sering bertandang ke kafe rollingtone. Bahkan, selepas gue udah gak dapet gratisan majalah, gue masih sempat datang dan beli majalah demi melihat band di kafe itu. Edisi demi edisi disana memang seru, pembawa acara yang humoris membuat suasana acara semakin riuh dan penuh gelak tawa. Banyak juga kisah sewaktu aktif nonton acara release party. Menginjak tahun 2014 ini, gue belum pernah lagi menginjak ke kafe itu. Lagipula, udah beberapa bulan ini acara itu kayaknya udah gak ada lagi deh. Terakhir gue beli majalah rollingstone itu pada edisi agustus 2013. Itu juga gak ada invite untuk ke relase party. 

Padahal, acara itu sangat potensial. Walaupun yang diundang bandnya harus punya nama besar di arus utama dan skena indie lokal. Tetapi, acara itu menurut gue adalah acara yang mengenalkan gue dengan para band yang baru lahir . Beberapa band, ada juga yang gue kenal disana. Salah satunya adalah Sarasvati. Walaupun acara itu udah gak ada, gue masih aktif mengikuti perkembangan indie lokal walaupun udah gak gue pegang selebar dulu.