Megapolemik Jakarta dan Upaya Transformasi Dalam Transportasi

Senin, September 21, 2015




Jujur saja, sebenarnya saya sudah malas untuk membahas kemacetan. Tapi apa daya jika benih pikiran kalau tidak dituliskan itu juga bisa dibilang sebagai salah satu sebagian beban.

Dari para sarjana hingga doctor semua saling berpikir bagaimana cara mengatasi macet Jakarta. Ada yang melibatkan dirinya di hal yang berkaitan, ada juga yang hanya mengemukakan pendapat di ruang – ruang akademik hingga informal lainnya. Banyak sekali pendapat dari para tokoh tentang solusi mengatasi kemacetan.

Sangat sulit sepertinya, transportasi darat terlebih dahulu harus memadai sehingga para pengguna motor dan mobil bisa eksodus ke transportasi umum. Beragam cara sudah dilakukan, dengan terobosan Transjakarta, Commuter Line, Monorail hingga pembangunan MasS Rapid Transit (MRT). Semuanya adalah usaha yang harus dihargai. Ada yang berhasil dan ada yang belum berhasil.

Sampai – sampai dengan megapolemik seperti ini banyak pula perusahaan swasta yang ingin berbisnis jasa namun disisi lain juga langsung memberantas kemacetan. Terutama bagi para penumpang yang penat dengan naik kendaraan pribadi lalu teradiksi dengan jasa – jasa transportasi swasta seperti taksi, bus umum sampai ojek.

Para manusia yang haus ditahta tertinggi ibukota juga berlomba – lomba menjual isu kampanye macet dan banjir sebagai senjata utama untuk menekuk para kaum - kaum picisan ibukota. Tapi belum ada yang mendapat rekor dan mahakarya untuk ibukota. Semuanya masih belum berhasil total. Tetapi usaha – usaha para Gubernur sebelumnya patut dihargai.
                                          

Selain itu, Karena dilatar belakangi dengan urusan kemacetan, beberapa inovator lahir dengan menaruh ekspektasi yang sangat menggiurkan. Salah satunya dengan adanya bisnis transportasi melalui daring. Para penganut transportasi konvensional beralih eksodus ke bisnis transportasi digital. Alih – alih salah satu bisnis transportasi yang menghegemoni, ini menjadikan efek domino hanya berbeda di konsep bisnisnya.

Dari segi transportasi diberbagai jenis, bisnis ojek dan taksi sudah siap berperang dan melayani konsumen. Mereka menggunakan bisnis dengan konsep digital. Masyarakat saat ini yang notabene sudah menjadi masyarakat digital mulai menjajaki untuk beradaptasi dengan bisnis ini. Alat transportasi lain seperti Bajaj dan lainnya sedang dalam masa perkembangan.

Ini menjadikan obrolan sehari – hari di berbagai strata bahkan yang menjadi driver lahir dari berbagai kalangan. Bisnis ini lahir dengan luar biasa, walaupun dalam masa trial and error tapi teknologi berbasis aplikasi ini terus evaluasi kesalahan dan terus melahirkan inovasi baru. Akibatnya hanya masyarakat digital melek internet yang bisa menggunakan jasa transportasi daring tersebut.

Walaupun efek dari transformasi transportasi ini belum terasa, tapi upaya dari para innovator ini sangat membuka cakrawala ide para insan yang lain untuk mengembangkan gagasan yang ingin berakibat menghapus identitas Jakarta yang terkenal dengan macetnya. Mungkin akan ada lagi inovasi yang baru dan menguntungkan masyarakat Jakarta.

Secara pribadi, saya senang dengan progress ini. Bahkan, teknologi baru ini dibicarakan di koran luar negeri karena membuat aplikasi jasa untuk transportasi. Ini merupakan terobosan besar sekali di indonesia. Bahkan anak - anak bangsa sedang berlomba - lomba meruncingkan gagasannya agar menciptakan aplikasi yang sangat bermanfaat juga.

Apalagi membuat aplikasi yang bisa menguntungkan atau bisa merubah kaum - kaum proletar menjadi kaum borjuis berkat aplikasi. Itu sudah dibuktikan oleh jasa transportasi dengan konsep daring berbasis ojek. Saya angkat topi untuk Nadim - pendiri Go-Jek- sebagai pelopor dan sang pembaharu. 

Terima Kasih Sudah Membaca

0 comments